Friday, December 18, 2009

"Sebesar ini!" jawab-Nya

Tak usah bertanya seberapa besar
cinta dan kasih setianya
sebab telah Ia rentangkan
tangannya di bukit Golgota

Keadilan

Dewi Themis yang telanjang dada
pedangmu berkarat parah
keseringan makan darah
kaum bawah dan dibawahnya

Timbanganmu, semakin timpang
menjorok ke arah pemilik uang, dan

Kedua mata hatimu buta
yang mana rekayasa
yang mana apa adanya
dibebat nafsu dan kuasa

Saturday, December 5, 2009

Perintah dua Malaikat

Wahai Lot! orang Sodom dan Gomora
pembasuh najis dari kaki kami
roti tanpa ragi bagi lapar kami
kasih, di malam rencana pelecehan kami

Bangunlah!
hari mulai pagi

Bawa berlari istri, serta
kedua putrimu ke terbit matahari
seperti yang kau kehendaki

Cepatlah!
menoleh jangan pernah

Karena kami!
hujan belerang dan hujan api
sudah harus bakar hangus
seluruh isi dari kota sakit ini

Wednesday, November 25, 2009

Supir kadang kadang

Pagi buta, terjagalah lelaki muda
rokok dan kopi adalah sahabatnya
mencari penumpang yang ibarat cuaca
di keramaian jalan raya

"hah! sudah jadi kuda
tapi kayak sia sia!"
gumamnya, sebab di lintasan sering jumpa
paku kesepian yang menggoda roda roda,
kantong kantong aparat yang minta disumbat,
atau anak anak kampung sekitar
yang pungut ongkos secara kurang ajar

Malam dingin, pulanglah lelaki muda
membawa sedikit sisa dari riuh jalan raya
"lumayan untuk mendukung mimpi!" katanya,
lalu menghisap lelah, minum secangkir doa
dan merangkai puisi ini sambil berseru
"bapak, besok libur!"

Monday, November 23, 2009

Suatu pagi di tanah Yehuda

Matahari hampir tinggi
di bawahnya,
dua kubu berseteru
tampak seperti
kerangkeng raksasa

Di dalamnya,
sebuah tombak gada
membabi buta
diayun pendekar tentara
sebesar bis kota

Sasaranya,
seorang bocah gembala
tanpa perisai tanpa zirah
yang sibuk menghindar
sambil memutar mutar
umban isi batu kali
ukuran biji sesawi

Matahari hampir tinggi
ribuan burung nazar
bersukacita di angkasa

Di bawahnya,
daging segar
seukuran bis kota
yang dahinya terbuka
ditembak batu kali

Sunday, November 15, 2009

Happy birthday, mom!

Mama! kue hati tersenyum
serta tawa kakak adikmu
harus kami sajikan tiba tiba
agar sesekali, kau berbunga bunga

Lebay dot com

I.
Padahal sudah jarang tatap muka
tapi, masih ku kenal pergulatanya
yang bawel demi menyegarkan
seorang ibu di rumah hatinya
wahai! seumpama bunga, mekar baru saja

II.
Padahal sudah jarang kami bersua
tapi, di sanalah letak kelakarnya
sebab sekali bertukar sapa
hampir mirip nonton opera van java

"abaang! mana lagi puisi tentangku?"
pintanya, rindu geli saat membaca diri
dari sisi yang luput ia sadari

"Sabar ya! merangkai puisi
tidak semudah merekayasa BAP
tentang perempuan apalagi,
harus
ramai yang mati penasaran!"
jawabku, sembari mencari kata kata

"Hah, kenapa?" tanyanya,
"ya, sukses berarti! andai timbul tanya
apa benar, bila nona berjalan
matahari pun kegerahan?" jawabku

"hihi, abaang! jelek!" tukasnya,
menuding penulis gagap pengalaman
lulusan unika amat gaya
fakultas hukum peminatan bercanda

(entah apa hubungannya jelek dengan lulusan mana!)

Friday, November 13, 2009

Bukan puisi cinta cintaan

Mustahil kau paham kesepianku
jalani kebebasan tanpa harapan
apalagi mengerti segala lukaku
karena terlalu mendamba,
terlalu mengalah
menjelma batang baja panjang
yang ditembuskan dari belakang
berulang ulang

Pernah ku beri kau kesempatan
tapi hadirmu, serupa tajamnya

Maka aku merayu, aku mencumbu
dengan kosakata bermuka dua
sebagai pemadam api dendam
yang menyiksa, yang menghanguskan

Tuesday, November 10, 2009

Pagelaran Sumpah

Saya bersumpah tidak pernah
terima sejumlah dana reksa
penampar wajah keluarga tercinta
air mata di berita adalah penegasnya

Saya bersumpah tidak pernah
diberi sejumlah surga dunia
pencoreng iman dan ketaatan ibadah
ayat suci di udara adalah penegasnya

Saya bersumpah tidak pernah
dijejal sejumlah harta tak terduga
penyumbat mulut juga hati nurani
kurang bukti adalah penegasnya

Saya bersumpah tidak pernah
disodorkan sejumlah tuhan dunia
yang bentuk tunainya asing di mata
pengacara senyum adalah penegasnya

Sunday, November 8, 2009

Berita panas

Heh! pertandingan antara
cicak si pemberantas
melawan buaya si penegak
panas gila ternyata

Penuh intrik dan manuver
yang belalakkan mata dunia

hhmm, kira kira siapa ya
promotornya, lantas!
apa lagi ide ide kreatifnya?

Tuesday, November 3, 2009

Tamasya

Sekali waktu
ajaklah kata kata
bertamasya

Menikmati sunyi
yang sembunyi
di alam pegunungan

Menghirup udara
yang hijau, wangi
tanpa debu kota

dan segarkan mata
dengan keperawanan
desa desa yang sahaja

Agar sementara
lupa rindu, lupa luka
yang kian haru dipuitiskannya

Saturday, October 31, 2009

Camkan baik baik!

Entah apa yang kau jumpa
di hidup judi macam aku ini
yang kalah, hancur tak lagi perduli
sebab sudah seperti teman sejati

Sementara seribu laki laki
kaya rupa, kaya harta,
datang memuji silih berganti
janjikan masa depan bercahaya

"Bukan aku tidak tergoda
rupa, puji dan janji kemilau mereka
lagipula, wanita mana yang tidak?
kaum lelaki pun kadang tertarik bisa"

"Tapi, di sela kewalahan hadapi itu semua
sering kali bayanganmu yang merdeka
merokok sembari konyol bertingkah
muncul tiba tiba iringi senyum ke muka"

Ah perempuan! pandai kian kau berucap
sejuta lebih sudah yang kau bodohi pasti

Biar kuterangkan sekali lagi
hidupku adalah kalah, hancur tak perduli
dan semua ucapanmu tadi
cikal bakal merajam hati sendiri

Wednesday, October 21, 2009

Perempuan bermata puisi

Tatapanmu terhias diksi
yang lentik lagi berima
hikayat binarnya hati
tapi maksud yang sembunyi
adalah berkaca kaca
karena setelah berdua
selalu tak pernah ada kita

Semangat

Hidup itu gembira berjuang
agar dunia selalu jelita
dan pencipta bertambah mulia

Biar cobaan berulang ulang
gempur hati sampai terguncang
juga malang selalu datang
menghalang halangi menang

Tetap tertawa, terus berjuang

Kasihani diri bukan pilihan
menyesal dan kecewa
cuma pengkhianatan tenaga

Bangun!
berdoa!

Maju, berburu!
seperti serigala di cuaca beku

Sunday, October 18, 2009

Garong


Anggaplah aku sialan
sebab hidup sebagai bajingan
yang bergerak secepat ninja
waktu tubuhmu terhias harta
atau dompetmu sesak nafasnya

Anggaplah aku bangsat
sebab cuma modal nekat
kabur dari nasib sekarat
membawa kendaraanmu
yang seperti kulit kuli
sedang banjir keringat

Terserah!

Kau tak kenal bernasib banal
tanpa sekutil pun kesempatan

Perlawanan

Datanglah kau wahai kesepian
yang mendesak, menekan hati
sampai enggan bertahan

Rundung aku dengan celakamu
terjang aku dengan pisaumu
aku tidak akan melawan
biar mampus kau kebosanan

Tuesday, October 13, 2009

Di bawah salib kayu


Siapa aku, hei mata sayu
yang keletihan selalu layu

Tak tahu, mungkin cuma hantu!
suara dalam hati berseru

Sebentar lagi mati datang
merusak ribuan sepi
yang ku pahat di nisan sendiri
apa pernah aku punya arti?

Tak pernah, bahkan setengah!
jawab dalam hati, gelisah

Lantas, apa perluku
bertelut seperti batu

Melepas rindu!
sekedar melepaskan rindu

Monday, October 12, 2009

Tidak berjudul

Kau suka, aku sebagai jenaka
yang elegan temukan cara
agar hatimu selalu tertawa

ya! pasti kau suka
terlebih ditambah cubitan kecil di paha

Sampai sampai jadi candu
yang kau cumbu saat butuh
hanya saat air matamu jatuh

Kau tahu betapa lelah hal itu?
selelah mencari kata kata halus
tentang sampai jumpa
entah kapan, entah dimana

Wednesday, October 7, 2009

Catatan pencari kerja

Kemarin siang kabar datang
"besok dipanggil ke Jakarta"

Malam, keperluan disiapkan
termasuk mimpi emak bapak

Pagi, berpakaian wangi
di jalan disenyumi matahari

Siang, tiba uji kenormalan jiwa
lantas dimintai keterangan

Malam, bingung termenung
antara percaya dan tidak

Siang tadi harus tolak mentah mentah
rayuan gombal lekas kerja
yang perlukan sejumlah biaya

Sunday, October 4, 2009

Gedung joeang Tambun

Saksi bisu perjuangan
rakyat betawi pinggiran

Wajahnya kian ringkih
seperti merintih
tahan gempuran
angkuhnya peradaban

Saturday, October 3, 2009

Hasutan 30'S 2009

Guna sah ambil sumpah
di gedung parlemen megah

Besok, kita bungkus janji
dengan pakaian baru

Ini malam, simpan tenaga
berfasilitas bintang lima

Tentang Minang yang terguncang
tinggal di hotel bintang seangkasa
belum resmi urusan kita

Wednesday, September 30, 2009

Kepada Herman Kemala

KASIH itu, air mata ibuku
yang kemudian tulus berdoa
bagi dua perenggut paksa
barang barang bawaannya

Sementara ayunan tangan
yang kau terapkan
atas nama kemuliaan itu
hampa damai sejahtera

Kebiasaan

Dinas hari pertama
usai libur hari raya
sejumlah pegawai negara
pasti entah dimana

Wednesday, September 23, 2009

Beda keyakinan

Kau adalah luka termanisku
sayang!

Wednesday, September 16, 2009

Tobat

Tuhanku! aku patah arah
kehabisan darah, kalah
tak seorang sudi
sekedar membenci

Seluruh anugerah yang kau beri
kulalui cuma dengan menghitam hati
meracun diri

Tuhan!
kuseru nama-Mu kembali
sekedar menghela lega
sebelum terbaring abadi

Monday, September 14, 2009

Sebelum fajar

Jangan biarkan pagi bawa dia pergi!

Bisik mimpimu yang sayup kudengar
sebelum burung burung mulai bernyanyi
isyarat bahwa surya segera bersinar

Lalu isakmu pada matahari
seperti telah menunggu seumur nyawa

Akhirnya kutemukan yang tetap tinggal
tapi olehku jantungnya kerap reras, terpenggal
kembalilah! agar harapan tak lagi tanggal

Saturday, September 12, 2009

Mengenang perasaan

Di sebuah malam
bening matamu
rayu debar jantung
curi rindu
di merah bibirmu

Entah kenapa kala itu!

yang pasti bukan jenuh
hanya sebagai telinga
bagi gusar hatimu

Wednesday, September 9, 2009

Pertanyaan

Juragan KPU, sebelas miliar itu
untuk lantik mimpi mimpi mereka
yang waktu kampanye lalu
seolah mewakili kami ya?

Sunday, September 6, 2009

Ratapan

Ya Tuhan! hambaMu lemah
mengerti tidaklah kuasa
terlebih sebatang kara
harus percaya
bapak, sanak dan ibu
diratakan gempa dengan tanah
sampai jasad tiada terjumpa

Tolong Tuhan, bawa hamba
bertemu mereka


Thursday, September 3, 2009

Pulanglah, kau punya rumah!

Wanita asyik sudah berpemilik
mengapa puruk tak berdaya
dan di bahuku meneteskan gelisah

Sabar! sadar! dengar!

Apalah nanti Tuhan bilang
bila bulan terang kau masih di sisiku remang
keluhkan resah layaknya sepasang

Sementara dua cintamu di rumah
seperti langit pagi rindu matahari

Bangunlah! sebab suatu ikatan
bukan sekedar hisap rokok usai sebadan
mari! kuantar kau mengalah

Wednesday, September 2, 2009

Kepada tetangga

Kami pernah terjang eropa, jepang
yang curi tanah air nenek moyang

Dengan jijik meludahi
negosiasi berkedok perbudakkan

Lantas garangkan bambu runcing
ke leher mereka sebagai deklarasi berang

Kami pun pernah tentang pembuatanmu
yang beri celah pada imperialis
perluas penindasan di muka asia

dan lantang najiskan kursi
di induk politik dunia
yang daulatkanmu sebagai negara

;Berhentilah pancing garang dengan mencuri
luka oleh bambu runcing kami abadi

Monday, August 31, 2009

(Khayalan) Pejuang terlupakan

Pak Dirman dan rekan gerilyawan
mereka lupa pada semangatku
yang tandu panglima satu paru
patahkan agresi militer benalu

Sampai bertongkat ku berjalan
tertatih dirundung kemiskinan
undangan peringati hari merdeka
tak ubahnya tempat tidur dipan
kursi karet dan lantai tanah

oh, jangan jangan!

Pak Dirman, rekan rekan gerilyawan
ayo, kita kembali pindah gunung, pindah hutan
patahkan agresi rezim kerakusan

Indonesia kita masih kesulitan
kemerdekaan hanya baru slogan

Sunday, August 30, 2009

Malaysia

Mereka bangga klaim sipadan ligitan,
rasa sayange, reog Ponorogo,
batik, jali-jali juga tari pendet
demi meraup keuntungan

Mereka sadar eksistensi budaya
ialah senjata vital diplomasi internasional
sedikit mirip gembong teroris
yang sedang dikultuskan densus 88

Saturday, August 29, 2009

Kehilangan

Bayang bayangmu
sayat sayat hatiku
setiap waktu

Thursday, August 27, 2009

Kepada Perempuan


Nah perempuan!
sampai disini kujilat lukamu

Tiada duga, tiada sangka
hati melolong sakit
terjepit takut kehilangan

Mengertilah! aku butuh berlalu
hentikan air matamu
mereka sembilu
pembuat pisah semakin ngilu

Aku hendak merawat luka lukaku
mulai dari irisanmu yang tipis tipis

Thursday, August 20, 2009

Sikap

Tuanku adalah hati
pemberian Yesus yang berani

dan aku, berdiri sama tinggi
dengan yang berdasi juga kuli
entah ia wanita atau lelaki

Menolak merunduk
kepada semua tangan besi

Karena aku ingin menyala
dengan sinarku sendiri

Seperti master ninja tapi

yang eksekusi misi
gelap tanpa basa basi
mematikan sekali

Wednesday, August 19, 2009

Pendaki

Aku menjelajah
hendak menaklukan diri sendiri
aku bersulang
merayakan menang

Thursday, August 13, 2009

Doktrin religi bunuh diri

Dalam perang demi Tuhan
kita yang mudah tergantikan
harus setan pasang badan
di garis paling depan

Rakitan ayat suci
adalah senjata
basmi tikus kecoa
beda ibadah

Mereka semua bersalah
Hancurkan!
Kita harus masuk surga

Wednesday, August 12, 2009

Mantan Pacar

Setelah sekian lama kangenya datang tiba tiba
lewat telepon genggamku yang sering telanjang
tak berpulsa. " Hei gombal, apa kabar, masih dajal?"

Mungkin merasa tak dihargai, maka teleponku bunyi
"Hola!" sapaku, "Heh sombong, pesanku dibalas dong!"
tukasnya, sedikit emosi sedikit bercanda

Masih serupa yang dahulu ternyata dia, sok tirani
atur sana atur sini macam paling betul sebumi
itu alasannya kisah kami mati muda
sebab bagiku tirani dimanapun harus binasa

Inti percakapannya dia minta waktu
sekedar tukar kabar di sisa kenangan
tempat dulu aku lari dari tugas
membaca hatinya yang penuh ci luk ba

"Sibuk apa sekarang?" tanyanya
"sibuk mencari kesibukan"
jawabku, pura pura dingin
terbayang kerlingnya yang manja

Tuesday, August 11, 2009

Kepada Titie


Nona belia rekan kerja depan mata
bila kau pinta penyair residivis
tulis kesan tentangmu dengan puitis
beginilah lariknya;

Perempuan dengan senyum coki coki
sungguh nyeri hendak tak melihatmu lagi
hati seperti disayat pisau, pelan sekali

hihi, sebait yang mematikan bukan?
nah beginilah sikapmu pasti:
"ohoho dudul, lebay dehh!" ceriwis sambil lempar poni

haha, bukan, bukan, beginilah seharusnya:

Alangkah pedas sedari muda
kuras tenaga untuk tawa ibu di rumah
kakak, adik, sahabat terbaik air mata
yang ditinggal pergi kasih ayah ke surga

Andai aku sebagaimu mungkin cita cita
sudah lama kubuang ke tempat sampah
lalu berlari, terus berlari meski sadar
takkan hilang segala perih

Pemudi dengan senyum selezat coki coki
suatu hari nanti aku ingin makan kenangan
bakso raksasa sembari dengar kisah hatimu
yang lulus aneka uji, temanku merangkai puisi

Friday, August 7, 2009

Mengalah yang geram

Bila luka di ujung bicara
sengaja beku dalam dada
demi hatinya tertawa
kelak panasnya darah
membabi buta
di ujungnya, kecewa!

Serupa

Kau tahu, sungguh lelah kekang air mata
terlebih saat hati terluka
jika menangis, lelaki dicaci banci
kupaksalah terus tertawa walau sesak dada

Murka pada segalapun sugesti sekali
namun setelah pikir tiga kali
daripada buang buang energi, kupilih mandi
bersihkan diri dari segala kuman yang babi

dan akupun pecandu keluh
tentang takdir yang kian keruh
ahh perempuan! andai kau cermati
puisi puisiku yang debu

Monday, August 3, 2009

Ziarah

Wahai adik kecil tersayang
sungguh ngilu rindu berbincang
denganmu yang rupa tinggal kenang

Thursday, July 30, 2009

Kita, yang akhirnya diam

Harusnya karena rindu orgasme sudah
bukan akibat cemburumu yang hilang mata
tak rela ganjanya habis dihisap lain luka

Tuesday, July 28, 2009

Kepada kawan

Beginilah kiranya kawan
bukan hati hampa tekad
bukan juga sepi tujuan

Aku sadar, sungguh sangat nalar
bahwa pendakian ada di depan mata
dan boleh dikata aku sudah pergi
mendaki dari desa terbawah sekali

Dihajar hutan badai nyaris tiap hari
dingin, sakit, sedih, ngeri, lapar, letih
semua kulakoni, tanpa air mata, sendiri
obatnya kepada orang tua ku kirim puisi

Jumpa para binatang buas yang sexy
bercinta denganku mereka ingin sekali
yahh namanya binatang, pamer birahi
hukumnya lumrah menurut tivi
obatnya kepada kawan dan saudara ku kirim puisi

Tak jarang nyasar dijebak belukar duri
yang bukan cuma nancap di telapak kaki
tapi juga nancap lalu pecah di hulu hati
obatnya kepada Tuhan ku kirim puisi

Nah, bila tersambar petir dari belakang
tepat di harga diri, letak serupa dua kali
rasanya mustahil ku lanjut pendakian ini
aku enggan kuliti pelontar petir itu
dan aku tak tahu kepada siapa
puisi mengenai ini hendak kukirim

Akh tak apalah kawan, aku turun lagi!
sekedar ganti jalur mendaki
menyusulmu yang terus melaju
ke puncak bersulang paling tinggi di bumi

Saturday, July 25, 2009

Puisi

Adalah air mata
yang tak kunjung
wajar kutuliskan

Kata salah tempat
kalimat nyasar
lafal berlebihan
pasti hadir di sana

Rasanya mustahil
selesai kugagas

Terlalu lama di kota

Aku rindu kembali mendaki
belajar pada gunung
yang tegar tabah
bawa langit di atas kepala

Friday, July 24, 2009

Kau pasti rindu (Prototype)

ya ya ya, memang aku butut
pemabuk dengan mimpi kusut
tapi aku masih diri sendiri
yang dulu bawa terbang kau punya hati

Tuesday, July 21, 2009

yang paling babi sedunia

Pagi asyik minum kopi
dari bibir kekasih ranjang
di resto dekat lobi
hotel banyak bintang
;Ada babi ledakkan bom bunuh diri

Berat memang jadi orang

Buat apa layu, buat apa lesu
hidup itu isi teka teki
bila salah dan jatuh
berdiri, lebih tegak dua kali

Tuesday, July 14, 2009

Teka Teki

Perjuangan mana lebih susah
dahulu kau, lawan bedil kaum penjajah
atau setelahnya, kami
lawan ketamakan kaum sendiri

Saturday, July 11, 2009

Aku tahu kau jual mahal

Oleh karena itu ku tikam belati
di luka hatimu yang malas kuobati

Hambar

Air mani yang berantakan di wajahmu itu
sengaja kutumpahkan disitu

Friday, July 10, 2009

Sajak Srigala kolong

Kami, dunia kolong
tidak perlu ditolong
cincongmu seperti menggongong

Kami dunia kolong
gerombolan srigala kumal
masih bertaring buru mangsa sendiri

Tanpa pendidikan tinggi,
titel ular, buku bacaan beratmu
yang berfungsi cuma mengelabui

Berhenti prihatinkan kami
lewat pidato berapi api, kemudian sepi
kami enggan lolongkan nyeri
yang geletarkan luka pertiwi

Tuesday, July 7, 2009

Meninggal

Akhirnya, kita jumpa!
bisikan lembut penguasa surga
dalam peti isi aku yang kabut

Sate dan penjualnya

Panas panas enaknya makan sate
yang wangi asapnya menantang
perut letihku dari kejauhan

Setibanya di lapak pinggir selokan
tak ada orang atau kantoran yang pesan
mungkin semua pilih makan restoran

akh, aku tak peduli dan bergegas
pesan sate ayam lima, kambing lima

Mas, ini sate bumbu kacangnya
tiada sengaja campur cemas
yang lepas kala mengipas
selamat menikmati!

Mas, anda yang awal mungkin yang akhir
tusuk sepuluh sate hari ini
semoga esok sudi mampir kembali
sate campur air mata istri saya mas belum coba!
ujarnya seraya batuk karena tertawa

Sayonara, Ibu Ibu baja

Dear Ibu ibu baja, penggosip uang perusahaan
kusebut kalian "Mba" junjung tinggi kehormatan
pada besarnya sabar yang enggan menagih pujian
padahal wajar bila sesekali diberikan

Mba, kalian kerja riang sekali
meski luka sering digarami atasan
yang jarang bijak jaga perasaan

Sering pula diganggu kantuk sisa semalam
benah nasib sampai larut di kediaman
atau didera sakit kecil kecilan
yang kadang makan biaya cukup lumayan

Amboi! sungguh tabah, serupa ibunda di rumah

Setiap hari tersenyum jalani amanah
demi buah hati kelak ujian lantas ditanya
"coba sebut nama pahlawan, selain Tuhan"
tanpa malu, tanpa ragu tersebutlah nama kalian

Mba, Terima kasih ya dan Sayonara!
saya hendak bertualang mencari menang
agar jadi orang, tak perlulah terpandang
cukup bisa buat sesama dan orang tua senang

oiya! mba mba perkasa titip semangat ini ya!
cenderamata dari satu luka, satu perjuangan
yang lebih tebal terima umpat daripada uang makan
tapi terus jalan belajar dari kalian

Friday, July 3, 2009

Menjelang pemilihan

Dalam hancur perasaan
kita mesti tetap cari harapan
meski kontes popularitas
yang selalu ditemukan

Di layar dusta, di sekitar
sedang sodorkan setan
pada nasib yang nyaris gentayangan

Wednesday, July 1, 2009

Naif

yang kucari dari perempuan
bukan angkuh, elok tubuh
tapi hati penggemar Tuhan
dan satu kubur kelak berdua

Tuesday, June 30, 2009

Pisah

Memang jelas alurnya
demi henti saling meluka
kau ke sini, aku ke sana
lewat bernafas tiada indah

Monday, June 29, 2009

Membaca air mata

Bila teguhmu mata basah
risalah duka hati terluka
tanpa geming, tanpa kata
dekap, rawat sekuat jiwa

Aku bukanlah salah
tapi prasangka lancip curiga
yang nobatkan waktu lalu
sebagai Raja

Friday, June 26, 2009

Nama tengahku, curiga!

Mata kadang menipu kawan
sayu, berair sebagai umpan
yang harap belas kasihan
ujungnya, tajam serupa jebakan

Thursday, June 25, 2009

Sajak TKW

Kata departemen pengekspor manusia
modal dengkul dan minim pendidikan
melayani bahasa kekerasan negri tetangga
bisa merubah nasib jelek jadi rupawan
sekaligus berbakti pada negara
menambah devisa, kurangi pengangguran

Sebulan di sana mentalku berduka
sebab dua puluh empat jam
siaga harus dengan perut hampa
kadang selangkangan makan siksa
yang kulawan sampai gigi ompong sebelah
dan pipi manyun usai disetrika

Ditafsirlah tak becus jadi babu
maka aku dipulang kandangkan
tanpa upah, tanpa koper isi harga diri
temanku berangkat dahulu

Intinya pulang kampung hampa
maklum bukan sebagai pelancong
yang bingung buang uang
atau mempelai sang pangeran
yang orgasme lewat siksa
aku beranjak ke timur tengah
atau negri sebelah

Wednesday, June 24, 2009

kecaman telak

Pidato ibu, para bapak
calon pemenang hati Rakyat
tercium bau muslihat
yang sangat menyengat
serupa bau kentut yang muncrat
bersama miniatur Sidoarjo
di Astana Jawa Barat

Tuesday, June 23, 2009

Drama Nahas TNI di udara

Sayap pensiunan terbang
masih harus kerja keras
tak sadar jadi api raksasa
yang jilat habis penunggangnya
pasca lepas landas

Armada tempur udara
baling baling kanibalnya
banyak tewas di angkasa
kalah perang
melawan indisipliner pengelolaan
yang sempit anggaran

Saturday, June 20, 2009

Kita harus menyerah

Sudah tak sisa
ruang hati
terimamu kembali

Berdirilah, hadapi
tanpa sesal, berani

Angkat lutut
dan air matamu
dari bumi

kitalah tinggi hati
yang telah kehilangan arti

Lupakan peristiwa lalu
hantu semua bagiku

Biar segala tak terucap
mati perlahan, sendiri

Friday, June 19, 2009

Mustahil, bukan berarti nihil

Sangat mustahil temukan waktu emas
untuk kita, saling isi hampa di dada

Pagi, kau sudah jibaku dengan angka
dalam ruangan tertib pengolah data
aku, dikejar waktu yang selalu terburu buru

Siang, kau makan relevansi pembukuan
minum kapasitas produksi
aku, makan puisi berlauk matahari
lalu merokok di sudut lamunan hati

Sore, kau laporkan rugi laba, perubahan modal,
arus keuangan perusahaan
aku, hisap debu knalpot dan klakson jalan raya

Malam, kau susun neraca berdasarkan urutan
aku, entah dimana, terserah kaki saja

Tapi mustahil, bukan berarti nihil

Satu hari senyumku luput dari matamu
isi hati turun lebat dalam telepon genggam

Seperti hujan yang temani saat pertama kita
saling hangatkan malam setelah Gereja

;Demikian pula sebaliknya

Wednesday, June 17, 2009

Kita adalah Garuda

Mari kenang para jong dahulu
yang tajam semangat lawan tiran
di tangan sebilah runcing yang kuning
di dada berslempang doa satu bangsa

Demi laut, demi pulau,
demi sawah, demi ladang,
demi anak, demi cucu cicit
demi kebebasan,
demi sang saka belah angkasa
hingga ujung nusantara
gentar ditelantarkan
meski habis terbombardir
moncong bedil bangsa bangsa benalu

Mereka rela umurnya berhenti
berlumuran warna berani
sebab gugur usir jepang, usir belanda
adalah kehormatan abadi
yang kekalkan patriot di dada

Kita adalah mereka
harapan kemerdekaan bangsa
yang sekarang terjajah
rombongan kebijakan
orang orang renta di tampuk kuasa

Mari bersama singsingkan lengan,
berjuang demi darah
yang telah tumpah
wujudkan bara Soempah Pemoeda
deklarasikan pada semesta
martabat kita yang Garuda

Dendam yang berkarat

Sobat, kita pernah genggam dendam
di balik tembok congkak rumah megah
terpicu umpatan tajam si tuan rumah
"Dasar mesum, orang udik,
sudah melarat malah berulah
kelak besar jadi apa kalian, sampah!"

sebab kebetulan sekali dapati tubuh bening istrinya
sedang asyik mandi senja

"Suatu hari, dia harus bayar ganti rugi"
Gerammu, yang tak terlalu kuambil hati

Demi lenyap dendam dan kembali harga diri
yang mati tertikam lidah tuan rumah
cita cita, kasih sayang, bibir perempuan dan Tuhan
kita bengkalaikan dalam bilik pesing berterali pengap
;Tertangkap basah, jual mabuk di pinggir sawah

Sobat, karena berkarat bila semakin diremas
dendam itu harus dan telah kulepas
sebelum kau lari bawa cemas, sembunyi
dari ribuan mata pengancam yang awas

Sebagai doa, ku tabur kecewa dari air mata
di atas liang kubur tuan tajam lidah
yang terbujur sepi usai kau benam
karat dendammu ke pinggulnya bertubi tubi

;Almarhum tuan, kau kumaafkan, selamat jalan!
Sobat kecil yang ngeri, selamatlah, lari!

Monday, June 15, 2009

Ejakulasi Moral

Bila bercinta tanpa ikatan,
tanpa batasan, tanpa pengaman
adalah kemajuan zaman

Lebih baik aku ketinggalan
yang terus masturbasi
sampai janji suci deklamasi

Friday, June 12, 2009

Aborsi

Ibu, aku ingin jadi lilin
di takdirmu yang gelap
tergunjing gonggongan
anjing anjing kehidupan

Maka biarlah dalam perutmu
aku tinggal sementara

Ibu, panggil Tuhan
yang penuh pengampunan
bukan algojo kandungan
yang kosong belas kasihan

Jangan ibu, tolong!
aku adalah moralmu
ampuni salahku bu!
bapak, kau dimana?

Wednesday, June 10, 2009

Cita cita

Ayah pernah lempar tanya
kepadaku yang mirip Agnes Monica
bila tanpa kulit sawo dekil
rambut dagu dan bulu sulit disisir

"Setelah punya pesawat dua roda
dan sukses selaku pilotnya
lantas cita cita apa lagi
yang hendak kau rampungkan?"

Karena diri gemar kecepatan
kujawab saja dengan lekas

"Aku ingin punya perawan Pak!
sebagai ko-pilot pesawat
agar tiba di masa datang selamat"

Monday, June 8, 2009

Ijazah

Nak, daripada ditelan bumi
biarlah ini ijazah
kubingkai dengan dadaku
yang busung olehnya

Kemudian, kupajang di hati
agar smart dan gengsi
yang sangit itu mengerti
selain tinta angka
kurus termakan waktu
ada air mata
dan tawamu di sana

Inspired from "Ijazah" Dhede

Monday, June 1, 2009

Kenanglah!

Bila aku telah hilang
kenanglah seperti tembang
yang kurang begitu merdu
tapi lahir hanya untukmu

Thursday, May 28, 2009

Bahan pertimbangan

Emak yang keren, Bapak yang seksi
aku berencana lepas ikatan kerja

Di sini daya juangku payah sudah
datang dari seberang matahari
hanya untuk tahan damprat
yang pedas serupa bayaranku sebulan

Tak jarang, digigit gigit dari belakang
para penjilat pantat atasan
yang tugas serta tanggung jawabnya sedap
;cating catingan, pasang muka porno,
main fesbuk dan ketawa ketiwi seharian

Bila badai datang aku yang harus hadang
mereka semua lekas buang badan
atau, malah saling cabut pedang

Belum lagi para perempuan
yang mataku bilang
"telah silam norma kesopanan"
membuat iman dalam celana kejang kejang

Emak yang seksi, Bapak yang keren
aku berencana lepas ikatan kerja
semoga alasan di atas
kalian pertimbangkan setengah matang

Wednesday, May 27, 2009

Panglima Dosa

Aku adalah kuasa
yang membara
serupa cambuk api
atas kematian sendiri
untuk kembali bangkit
sebagai penggawa
angkara neraka
yang membakar surgaloka
serta rajanya

Suara Kepala

Aku tak ingin
merubah dunia
dan tak ingin
dirubah dunia

Friday, May 22, 2009

Shape Shifter

Kala senja melahirkan bulan
aku melangkah ke dalam hutan
penuh pepohonan saling belit
reranting mencakar langit

Kabut kemerahan seperti pijar
menyapa perlahan bersama malam
dan nyanyian dingin kumpulan Srigala
yang masuk telinga serupa mantra

"Di sinilah takdirmu bertakhta Tuan
atas kami serdadu bertaring malam,
dan di sinilah darahmu pekat Tuan
pertanda kefanaanmu sirna selamanya"

Wednesday, May 20, 2009

Muak!

Berhenti menatapku
dengan melas itu
karena iba
telah kupaksa harakiri

Berhenti membujukku
karena bagiku segalamu
adalah debu tajam
yang merahkan mata hati

Hentikan, cukup!
binasakan semua dusta
yang mengalir panas
di tubuhmu itu
mereka menjijikkanku

Tuesday, May 19, 2009

Jakarta

Jakarta itu ibarat wajah kumuh
yang terpaksa mempersilahkan
tata letak keindahan kota
bersihkan pemukiman muram
agar tidak mengusik pengelihatan
gedung gedung pencakar nasib

Jakarta itu ibarat oplet tua,
Metromini, Mikrolet, bus kota
meski penumpangnya berantakan
kerap bermanuver tak terduga
di kemacetan jalan raya

Jakarta itu ibarat perempuan anggun
dengan harga diri tolak pinggang
namun, berbau kecut keputusasaan
sebab telah kehilangan masa depan
di ranjang tinggi hatinya sendiri

Jakarta adalah aku yang memar
dihantam risau karena jual keyakinan
pada pengabdian tiada harga
demi bermusuhan dengan sengsara

Saturday, May 16, 2009

Kepada Mama

Sayang yang terpajang
di kedua matamu, mama
seperti alunan puisi
yang tenangkan hati

Friday, May 15, 2009

Sudahlah

Segala bunga
yang kutanam
di halaman
hatimu

Pelenyap bau
amis yang keluar
dari luka lukamu
itu

Anggap saja
bukan aku
yang tanam

Wednesday, May 13, 2009

Sejarah kelam Indonesia (Dosa Turunan)

Menurut ketetapan sementara mengacu pada Pancasila
kami dan keturunan Gerwani, Serbuni, Gestapu, Tjakrabirawa,
adalah iblis murni yang di tahun keji lubang buaya
berdosa, mengganyang para penyandang bintang negara

Oleh karenanya segala hak kami wajib disiksa,
disita secara paksa juga dikarantina sepanjang masa

Kami yang perempuan harus diperkosa ala barbarian
pada setiap kesempatan seperti di Bawang, Plantungan

Kami yang laki laki harus diperbudak lantas dihabiskan
pada ajang pesta anjing kelaparan seperti di Permisan,
Nusakambangan

Kami yang anak anak harus dipasung
dengan doktrin selamanya sampah, selamanya tiada
sedari lahir sudah seperti di Neraka

Hanya Tuhan yang percaya bahwa tangan kami
tak pernah cungkil mata atau silet kelamin penguasa yang sah

Monday, May 11, 2009

Aku

Yang pantang berubah
cinta Slayer, Metallica,
semua penggerinda telinga,
mabuk kata kata
dan mendaki wanita
meski telah binasa

Kepada Bus Kota

Bus kota yang berserakan
dan berjalan ibarat odong odong
di perkampungan

Sudah begitu lama kita seiring sejalan
entah kapan pertama berkenalan
sampai sampai aku keberatan
tinggalkan kau dalam kenangan
sendiri, tanpa kata hiasan

Sebab sekarang dengan kuda besi
aku satu pikiran di jalan
ahahaha, hajarrr! goyang kiri goyang kanan
melibas marka debu, menyalip waktu
kesampingkan murah, meriah, muntahmu
yang dahulu serupa nafas buatan
bagi nasibku yang sering pingsan
tersengat bau pesing persaingan

Friday, May 8, 2009

Luka

Bila Mei datang air mata berlinang
terbayang bayang tubuh kuning langsat
yang menjelma arang

Bila Mei datang haru pun menjelang
terkenang perempuan yang daranya hilang
diperkosa api reformasi Republik binatang

Bila Mei datang, hatiku lengang
di atas makam Mey mey yang malang
calon mempelaiku tersayang

Tuesday, May 5, 2009

Jangan terlalu mabuk

Kala minum kataku yang manis menghias hatimu
kau tampak lepas sekali, bahkan yang masih lekat
di bibirku pun nakal kau jilat
seperti halnya perawan yang hendak bercinta
terlebih kala kububuhi sedikit asap canda
pada tiap katanya

Entah telah berapa lama kau hanya minum getir
dalam rumah lelaki yang hanya perduli
merangkum kenyal dadamu sembari asah pedangnya
yang mudah karatan di liang puitis bawah pinggangmu

Tapi mbak, maaf! kata kataku yang wangi itu bisa
tak seharusnya murni kau tenggak
campur sedikit dengan realita
sebab malam mungil yang menangis di ranjang sebelah
harus menjadi prioritas utama jiwamu yang luka

Friday, May 1, 2009

Alkitab

kompas kehidupan
yang akurat
tunjuk arah jalan
menuju selamat

Wednesday, April 29, 2009

Jika demikian, maka biarlah

Jika demikian, maka biarlah
lirik "satu Nusa satu bangsa" dirubah
dengan bang Iwan punya formula
agar tajam dan tidak mengada ada
sentuh nurani semua lapisan jiwa

Sebab kabur sudah patriotismenya
meski kita satu nusa
namun terdiri dari tiga bangsa;
bangsa atas, yang najis melihat tanah
seolah banyak sampah yang basah
bangsa tengah, yang mayoritas jawab iya pak!
agar nasibnya tidak terkontaminasi
pandemi virus flu babi
dan bangsa bawah, yang dapat dihabiskan
seolah tidak berguna sama sekali

Apa guna hidup di bawah satu langit
tapi sangat jauh dari sinergi
ibarat jarak timbul dan tenggelam matahari
satu sama lain cemburu, haram membantu
cikal bakal dua bahasa tanah air
yang pasti jaya selama lamanya
bahasa diam yang menimbun topan
sebab bosan jadi mainan
dan bahasa kekerasan
sebagai media menyelesaikan masalah

O, Indonesia pusaka
o, Indonesia tercinta
nusa indah, bangsa sentosa
dan bahasa cinta
entah kemana punahnya
seperti sia sia
dahulu nenek dan moyang
habis habisan membelanya

Monday, April 27, 2009

Menurut hemat saya

Menurut hemat saya
poles kata jadi mutiara
ringan ringan saja

Terutama kala dapati
mata manismu tersenyum
indah pada hati

Saturday, April 25, 2009

Sama malu kita

Aku tahu kalian sangat malu
saksikan dagelan kampanye
beberapa waktu lalu
yang lucu alpa rasanya di situ

Adalah contoh salah satu,
tampang rancu sedang cumbu macan
dengan slogan salah salahan
ramai terpajang sembarang
merusak pemandangan
;entah filosofi apa
terkandung di dalamnya

Aku tahu kalian sangat malu
aku tahu saudara, Serupa kita
aku pun begitu, hheehhhhhh!

Tapi kita harus kuat
harus terus menderu
membunuh malu
yang mulai bernanah
dan menyengat itu

Thursday, April 23, 2009

Calon Legislatif 2009

Parasit parasit kekuasaan
yang gembar gemborkan kekalahan
dalam bilik pencontrengan
dengan serentak masuk kuburan

Monday, April 20, 2009

Proposal

Apakah kau keberatan
bila aku membunuhmu?
akankah kau persilahkan
bila ku coba dahulu?

Sebab di antara kita
jurang telah menganga
dan air dari mata di seberang sana
kini, musuh hati yang paling utama

Thursday, April 16, 2009

Saran

Bila jalan hidupmu hitam
lebih gelap dari malam

Sulit, seperti terhimpit
dan penuh kerikil tajam
yang keras menjurus kejam

Sampai sampai kau hilang arah
lantas mengasihani diri sendiri

Selain percaya,
cobalah mengembara
dalam dunia rangkai kata

Pasti lembut suasana hati
atau setidaknya akal dan jemari

Wednesday, April 15, 2009

Malam, di Gunung

Aku bertanya:
Hujan inikah yang musnahkan hangat
atau tiada dekapmu di gunung ini?
hingga gigir sekujur badan
diam kaku pohon pohon hutan

Hening, sepi, hampa jawaban

Malam kian pekat
dingin semakin menjerat
dan aku, beku!
bersama inginku
jelajahi rimba hatimu

Wanita Penggoda

Kata kata tuba
yang berdansa
di bibir madunya
indah!
seperti ujung dadanya
yang merah
muda
tawarkan bencana

Saturday, April 4, 2009

Aktual

Yang ku pijak di Sumatera
adalah keluh dan malang

Rimba konon raksasa
hamparan tandas sekarang

Friday, April 3, 2009

Paskah

Sebentar lagi Pemilu,
hati teguh
pilih darah tubuh
yang pasrah
digantung sejarah
pada pokok kayu

Thursday, April 2, 2009

Kepada Puisi

Anak anak
aku hendak pergi,
pergi ke hutan awan

Berdiri
di atas hati sendiri
terasing
dari segala tak pasti

Kelak kembali!
kita tuang tawa, air mata
ke dalam gelas kata
hingga tumpah tumpahan

Bersulang, lantas habiskan
sembari cumbu perempuan
lantang, layaknya binatang

Wednesday, April 1, 2009

Malas

Akhirnya hari tanpa rutinitas datang juga
sampai sampai motor hitamku sumringah bodinya
dengan bergaya kuda istana ia berkata
"Tuan, hari ini aku istirahat ya! aku lelah tiap hari kau pacu
pergi pulang, pulang pergi cari nasi, lintas propinsi lagi
sudah lama aku tak diam diri dan mandi sebelum matahari pergi"

Kugandeng ia ke beranda, sembari sepakati rencananya hari ini
"baiklah, kau diam di sini leha leha, nikmati udara
jangan lupa, berlebihan sedikit bila gadis manis, gadis pahit
lalu lalang semi manja mencari cari perhatian ya!
nanti mereka mohon padaku menunggangimu lagi
bila kau bertingkah acuh tak acuh atau biasa saja,
tak jadi pula kau lepas rindumu yang tebal itu"

Motor hitamku, nasibnya kumal sekali
suaranya yang makin parau kadang menyapa tidurku.

Memasuki sore, kubangunkan ia guna mandi bersama
agar bersih dari segala sisa perjalanan
sayang sungguh sayang, hujan berkunjung rombongan
sampai sampai seperti pasar di beranda depan
"wah tem, tak jadi mandi bersama kita
kau mandi berdua dingin saja ya, aku besok saja!"

Tuesday, March 31, 2009

Negri kaya wacana

Katanya
Negri kaya raya
nyatanya,
banyak yang kewalahan
menentang kemiskinan

Lalu katanya
canangkan pendidikan
(sembilan tahunan)
namun nyatanya,
banyak sarjana
terlunta lunta,
mabuk anggur
di tepi kubur

Banyak sarjani
bermata hampa
perawannya beralih fungsi
menjadi tenaga kerja

Oiya katanya juga
mari berantas korupsi
nyatanya,
banyak yang main mata
dan di tengah jalan
prosesi hukumnya
berhenti, mati

Katanya ini, katanya itu
ya, ya, ya, negri kita
memang kaya
; kaya penanam dusta
berdalih surga

Monday, March 30, 2009

Luka dari Banten

Ya Tuhan,
tembok lumpur maut
dari danau tenang
yang sekejap garang
menerjang mimpi malam
pemukiman malang

Bukanlah tandingan
air mata bangsa
yang batinnya
selalu luka
tergores prahara

Ampun Tuhan, Ampun!

Wednesday, March 25, 2009

Kita bukan budak

Seperti para laka lantas
yang mengganti keluh jalanan
menjadi berani dan suci
wujudkan mimpi demokrasi

"Kita bukan budak di bumi pertiwi"

Mari, haram asa berhenti
meski sampai detik ini
tidak satupun petinggi
tanam kesan berarti di hati

Inspired from "Bendera di lengan kanan" Dhe

Mati adalah keuntungan

Perihal ajal
terpaksa menjerat
susah payah
pasti ku buat

Jika terjadi
dalam waktu dekat
adalah penajisan
di usung air mata

Pada makam
tanam saja
karangan daun tawa,
juga tuang
minuman bimbang

Lazimnya rongsokan
tak ber-Tuhan
tak bertuan
tak diinginkan

Monday, March 23, 2009

Kepailitan orang pinggiran

Perempuan yang nafas suaminya berhenti
tertiban sial dari atas gedung setengah jadi

Membiarkan perut putranya kesepian
dari semalam tak punya teman

Tinggalkan tangis bayi putrinya kedinginan
dari semalam tak minum kehangatan

Sebab harga diri dan dada anggunnya yang kalut
semalam direguk mandor gedung setengah jadi

Agar pagi, cair santunan terima kasih mantan suami
temani perut putra dan selimuti tangis putri

Saturday, March 21, 2009

Nasionalisme

Kita harus tegak kepala
sampai meninggal dunia
sebagai Indonesia

Meski masa lalunya
banyak yang kabur
dianiaya orang orang gila

Friday, March 20, 2009

Hingar bingar yang terbuang

Di sebuah wilayah
nada goyang pinggul bahaya
dan musik cinta manis
merajalela

Geraman intimidasi
pecundangi segalanya

merangkak dari bawah tanah

Sihir kumpulan srigala
nurani terbuang

Beringas tebar prahara
yang hitam dan fenomenal

Wednesday, March 18, 2009

Merbabu

Dalam ransel terbungkus bekal dan nyali
yang menggigil sampai ke tulang
terhembus nafas dingin sang rembulan
penoreh selamat datang pada gapura di jalur utara
yang adalah awal mula kaki kaki kami
catat kembali petualangan hati
dengan tiga ransel yang numpang
Dalam bak terbuka aroma sapi
dari wekas hingga pintu hutan
batas peradaban tempat tenaga di simpan

Sebelum cahaya, mimpi kami samar
layaknya kabut pagi yang perlahan lenyap
oleh secangkir ramah para petani
dan kicauan burung burung di atas topografy
hadirkan udara segar ke rencana perjalanan
yang terlipat dalam jemari bersama matahari

lalu kaki mulai jajaki landainya helaan nafas
lereng lereng besar dengan bebatuan pada dasar
di atas dan bawahnya panorama berkehijauan,
bentangan panjang tanah ladang senyuman
(kubis, wortel, tembakau dan bawang)
sepanjang asap yang di lukis rokok
pada embun yang mulai hilang di jemput siang

Nafas mulai tertebas saat masuk hutan pinus
yang barisannya tak lagi rapat
mungkin terbabat gergaji jahat untuk keperluan sesaat

Tangan dan sepatu acap kali jumpa
di jalur jalur serupa kejengahan di dada
namun harus terus naik turun medan,
meski sesekali berhenti
di sela kontur daratan setinggi lemari
'tuk basahi tenggorokkan yang curam
terhisap letih dan asinnya air keringat

Lanjut mendaki, jalur penuh oleh cabang mati
dan semak ilalang berduri
kompas dan nyali bingung seperti ditipu matahari
yang terkadang sembunyi dalam celah rimbun,
terkadang menantang bersama sengatnya yang garang
membuat akal saling tertawa seperti gila
di tambah lagi harus menyaksikan beban
yang dari pagi masih tegak berdiri,
menghimpit semangat di punggung kami

kompaspun di tembakkan dalam hitungan busur pasti
ke pucuk pucuk bukit yang jauh nan sepi
guna mencari langkahan kaki kembali

Akhirnya kami tiba di lapangan luas
bertembok tanah ilalang penuh pipa pipa
dimana senja turunkan jarum jarum hujannya
;tusuk semangat kawan sependakian hingga bimbang
antara lanjut mendaki atau pulang hentikan langkah
yang mulai gemetar tertusuk dinginnya hujan emosi.

Dengan terseok seok dan gemeretak gigi
sebelum gelap, tenda berdiri di jalur bimbang
udara dingin, bekal dan air
dengan terampil di rubah jari jari gigil
menjadi seduhan kata kata hangat di malam hujan
yang mengusir lelah dari peta yang resah
dan menjadi hidangan semangat yang nikmat
senikmat cerita puitis masa masa jaya bertualang

Usai perut terisi segudang kehangatan
terkepullah canda dan tawa berteman lilin remang
di malam sepi bintang, sepi suara binatang
dalam tenda kuyup yang setia melindungi
dan kokoh menghantar pagi ke jendala baru mendaki

Hari kembali berganti tenda tetap berdiri
cakrawala masih biru berselendang pelangi
belum tampak wajah sang mentari
kaki bersiap, mencari setengah semangat
dan secercah kepuasan abadi di puncak tinggi

Berbekal secukupnya, mulailah menyusuri
tanah tanah basah tanpa henti
tinggalkan beban, bekal, luka, dan emosi
dalam tenda yang sembunyi di antara semak berduri

Menanjak terus hingga matahari tinggi
di kanan jurang kiripun demikian
melepas pinus menuju pepohon cantigi yang menari
di iringi sepoi angin dari kawah kawah tua
(kombang, kendang, rebab, condrodimuko, sambernyowo)
sampai menhir watu tulis persimpangan para puncak
yang manjakan mata dengan iringan jalan para awan
di lantai biru yang membentang sejauh pandang

Keringat pun bercucuran kemana mana
pertama kekiri menghampiri prengodalem
;Puncak syarif
yang terkecil, terdekat dan berangin lebat

Kami berlutut, mencium puncak bumi
bersyukur atas perlindungan yang di berikan

Kamera pun berperan, mengambil kami
dan gunung sindoro, sumbing, slamet
yang kokoh menjulang, sombong lagi menantang

Usai mengganti tenaga, keringat kekanan
yang berliku dan berbibir jurang
dengan memanjat akar belukar
sampai pematang rumput jarang yang memanjang
;Puncak Kenteng Songo

Kembali hati bertelut dan rebah cium bumi
kembali bersyukur pada si empunya ajaib dunia

Lalu kami nikmati Puncak Ungaran, Merapi
rokok, minuman dan cokelat roti
di ujung gunung wanita (Merbabu)
puncak menyatunya keletihan, ketakjuban,
kepuasan dan ketenangan yang tak mungkin mati

Konflik kecil kecilan

Bos, kau memang awan
maka di matamu
aku tak kelihatan

Karena kerap rela
jadi bantalan kecil
yang terinjak injak
dan membatu sendirian

Juga karena senyum
saat jadi bulan bulanan
atau kambing hitam mu
seperti tak punya kehidupan

Bos, saatnya kau buka mata
bahwa aku, bukan yang tiap bulan
kau bayar tak kenyang
namun tak mati kelaparan

Tapi aku, adalah kebebasan
menulis gunung hutan
dan tak kenal frustasi
saingi cahaya bintang bulan

Tuesday, March 17, 2009

Minggu Pagi

Aku singgah ke rumah-Mu
hendak melepas rindu
sekaligus berteduh
dari segala rupa
cuaca kehidupan
yang sulit diduga

Cenderung pojokkan iman
ke sudut kurus
dan sakit sakitan

Monday, March 16, 2009

Gengsi

Enggan mengutarakan
ketertarikan emosi
adalah jalan pintas
ke jurang patah hati

Friday, March 13, 2009

Jelang Pesta Rakyat

April nanti akan mewah tersaji
potongan potongan angan angan
dan secawan anggur derita rakyat
di atas meja pesta tuan puan

Bersama para sejawat terhormat
bersantap dan bersulang
untuk masa depan bangsa
yang sekarat mengidap HIV kemiskinan

Hajar semua tuan puan, habiskan!
jangan sedikitpun ada sisa
raga kami sudah hampir terbiasa
bernasib hampa dan segala kroninya
meski batin seperti dirajam
sejuta tombak dan trisula

Tapi satu tuan puan!
bencana bila nanti
kebebebasan kami
memohon pada Tuhan
maafkan tuan puan yang rakus
telan Pancasila punya impian
turut dihabiskan

Thursday, March 12, 2009

Bersatu bahaya, berpisah tak bisa

Kenangan adalah kita
yang jauh di dasar jiwa
saling membutuhkan
Layaknya perselingkuhan

Wednesday, March 11, 2009

Hartaku adalah temanku

Teman yang terdiam di beranda itu
sedang sedih, malu dan risih
sudah berbulan bulan tak mandi
sekujur tubuhnya penuh bercak lumpur,
bau dan mulai dirambat jamur karat

Akulah yang membiarkannya seperti itu
setelah setiap hari tubuhnya kupacu
lintas propinsi, dibakar matahari,
diguyur hujan, terkadang cium metromini
dan lubang jalan yang kasat mata demi perut ini

Akulah yang mengecewakannya
setelah dia seringkali membantuku
sia siakan waktu
demi puaskan seribu wanita tak berhati

Hai teman mengembara ke pelosok doa,
teman jalani gelisah
sekaligus mengukir sejarah
kau adalah Harley Davidsonku
pada akhir minggu ini
tubuhmu kan ku kilaukan
dengan air sumur yang kutimba sendiri
agar sombong sekali kau
bawaku kembali jelajahi hari

Tuesday, March 10, 2009

Pesta para Pecundang

Sempurnalah mabuk kita
selesai tubuh menikam Vodka dan Ganja
provokasi Lamb of God kelamkan suasana
"mengasihani diri sendiri
almarhum selamanya"

Malam ini dan selanjutnya
kita berpesta mati rasa,
sebarkan darah benci
seperti malapetaka wabah kusta
yang fatal merajalela
dari tiap serenada
dosa dosa kita sendiri, Hailz!

Friday, March 6, 2009

Tuhan, (akhirnya) aku Berdoa

Tuhan yang baik!
malam ini di langit tak ada bulan
tak nampak para bintang
yang biasa bertaburan
temani hati yang kesulitan

Mereka semua karam ke bumi
seperti tangisan dingin
yang kehilangan harapan

Tuhan, sungguh tak terasa!
malam hampir sirna
sementara nurani
masih terjaga
bersihkan luka luka
yang berkarat di dada
dengan lipatan tangan
dan air mata
guna senyum di muka
hadapi esok yang bengis
seperti neraka

Monday, March 2, 2009

Complicated

Tahukah engkau,
hai mawar yang dahulu merah
kini hitam tertutup luka luka
betapa mati hati ini
menyerah, tapi tak dapat memperoleh
memuja, tapi tak dapat memiliki

Sebab aku tahu, aku sadar
luka luka yang padaku kau titipkan
terlalu sakit kau pendam sendirian
maka kurawat dengan tulus dan setia
tanpa perduli meski dada terhimpit duka

Tahukah engkau,
hai mawar hitam dengan harum kepedihan
telah kurangkai puisi empati
tentang minatku beri kau sekuntum harapan
tanpa maksud ambil kesempatan dalam kesempitan

Tapi aku tahu, aku sadar
bila tertawa dan bernyanyi
kau enggan ada aku di sisi
bila keluhan air mata melanda
kau pinta aku mendekap dan menyekanya

Mawar hitam manis yang mematikan
tiada ku lelah, tiada ku bosan,
tiada dendam juga penyesalan
atas segala kenangan yang kau hadirkan
semoga kau tahu, semoga kau sadar
kelak ku temukan bunga sejati
yang tulus dan setia merawat luka lukaku
melati suci yang takkan pernah kubiarkan layu

Friday, February 27, 2009

Arogansi kita

Aku bukan peramal
yang mampu membaca
kenapa tiada angin tiada hujan
kau enggan bicara

Aku adalah diam
yang lebih dingin dari beku

Wednesday, February 25, 2009

Jam Istirahat

Waktu hari di tengah kepala
kita bengkalaikan di atas meja kerja
segala data, akal, fisik sekaligus hati
dari rumitnitas yang enggan berhenti
memburu hampir setiap hari
guna melahap sejumput tenaga
racikan rumah makan sekedarnya

Lalu berhamburan ke remang parkiran bawah
manjelma siswa siswa menengah pertama
yang ramai ramai asal kecap kata kata
pemancing berbagai macam bentuk tawa
yang terkadang mengundang tawa pula

Dari mulai taruhan kecil kecilan liga sepak bola,
politik becak yang kehilangan jalan raya,
sampai wacana menggarap tubuh wanita kantoran
yang lalu lalang dengan make up menyolok mata
dan rok sedikit nakal ala metropolitan

Di sana kita terbahak setengah gila
hingga lupa desakan pacar, tuntutan istri,
rongrongan buah hati, tumpukan dokumen,
celaan para atasan dan situasi genting ekonomi.

Melupakan belati di belakang pinggang
pindah lokasi ke nadi tangan
;pewakil benak kita melawan itu semua.

Di sana, kita bebas
mukimkan sejuta gaduh
yang nyaris busuk di dada
campur asap rokok, limbah knalpot,
dan hawa sesak jakarta
ya di sana! di parkiran bawah
kita yang robot, mati!
meski hanya sementara

Tuesday, February 24, 2009

God Bless you, Camerad

Wanita dengan air mata kata kata
dari hati kecilnya yang rindu ibunda
ku larungkan padamu
Doa yang jauh dari sempurna

Bila kelak tiba di senyummu
rangkailah! hingga ia sempurna
menjelma karang pada lukamu
yang seluas samudra

Monday, February 23, 2009

Malam malam!

Malam ini kita bertiga
aku, kau dan setan

Kau tahu perempuan!
setan barulah setan
bila tolol tak mampu ditahan
beralibi hasrat yang gelap mata

Malam ini hanya kita berdua
aku yang hampir tolol
dan kau yang nyaris gelap mata

Friday, February 20, 2009

Gombal!

Pada puisi ini
kosa kata sepi
sebab tiap waktu
kutulis angkasa
demi senyummu

Dearest Grandma

Ompung boru hasian
selamat jalan
dan tolong tanya Tuhan
giliranku kapan

Thursday, February 19, 2009

Loh Jinawi Indonesia

Belantara rimba terpana
lihat hutan hijau berdandan
berkaca pada biru samudera
tempat nelayan mengail ikan
begitu menawan, begitu sentosa

Di sisir desir sejuk berseri seri
yang melayang hingga pematang
tempat petani menanam padi
berteman bukit gunung menjulang,
celoteh margasatwa dan gurauan ilalang

Tanah airku!
disana sungai membelai ladang
laut, danau, telaga dicumbu hujan
camar bernyayi di atas karang
lagu bersihnya udara kepulauan

Bumi asri nenek moyangku
tanah suka duka kita
yang lahirkan air mata bahagia,
rumah akhir kita kelak menutup nyawa

Wednesday, February 18, 2009

Kepada Pribumi alam pertiwi

Wahai Badak, Beringin,
Cemara, Tapir, Harimau,
Ki Tenjo dan lainnya
kalian dimana?
biasanya kalian berseri seri
berdansa dan bernyanyi
lindungi batas peradaban kami
dari segala gangguan
yang mengancam hati

Benarkah kalian di curi HPH
hingga ke akar akarnya
dan di bantai diam diam
sampai sampai terancam punah,
benarkah?

Kalian tahu, di sini sunyi
sunyi sekali
tak ada yang bernyanyi
dan menari nari
seperti hari hari lalu
yang selaras dan asri

Di sini, dimana kami tak kuasa
bendung banjir yang bawa disentri
dan infeksi ke nasib kami,
juga tak kuasa halau kemarau
yang gersangkan ladang hati kami

;Semoga kalian lekas kembali!

Tanah Rinduku

Rindu ku berjalan
sepanjang damainya kenangan
menyusuri danau adat di ujung utara
yang di jantungnya terbaring pulau
silsilah marga sejak lampau

Inang! aku rindu manortor'
bersama barisan kokoh bukit bukit hijau
dan nasib terpencil hutan sawit kelapa,
pahatan kayu kayu malam tak berlampu
berteman api kecil yang menjilat sumbu
sebelum cemara hitam buka pintu
setelah anak tangga bermain bambu

Pada tuak, pada sangsang
rindu makin menggebu,
melebihi Naga Bonar
yang harapkan si Bujang kembali
sebelum habis di makan cacing peluru

Rindu pula Horaskan tegur sapa
di ‘Tapian na uli, kampung hatuboanku
ranah Ompung Sisingamangaraja
yang kebal segala senjata
kala mengusir bala serigala Eropa

Saturday, February 14, 2009

Bapak dan Gunung Gede

Bapak, pagi tadi di mataku
gunung gede biru
seperti suasana hatimu
yang rindu kopi pagi
sentuhan pacar lamamu

Tapi pak, atap gunung gede itu
berselimut awan putih, bersih sekali!
seperti kepulan tulusmu
kehilangan bosan
sajikan segenap perhatian
pada kesehatan pacar sejatimu
yang terganggu di pembaringan

Bapak, sebutan gunung gede
mustahil abadi
bila ia tidak besar
seperti cintamu
yang rajin merangkai lelah
menjadi senyum indah
penambah gairah hidup
pacar sehidup sematimu

Bapak,
kau adalah gunung gede
yang tegar berdiri
dampingi tawa dan air mata
pacar lamamu
pacar sejatimu
pacar sehidup sematimu
kekasih abadimu
hatimu,
ibu ku!

Friday, February 13, 2009

Pingsan

Ribuan lebah terbang
mendengung di telinga
ribuan kunang kunang
berterbangan di mata
pada saat yang sama

:Wajahku cium tanah

Kepada para pelanjut perjuangan

Telah bermakam perduli
di tata cara kalian
“usut tuntas darah para korban
yang terkapar beku di tembus peluru”

Sebab, isi bus kota juga metromini
puluhan jam berdesakkan, berdiri,
haus, lapar di tambah kecewa
tunggu barikade pengeras suara
usai kepulkan ban ban usang
dan mabuk molotov di jalur mereka pulang

Aku menaruh simpati ke dalam relung hati
saksikan segelintir kalian, hei demonstran!
dan orang tua para korban itu
setia, mencari secuil keadilan
di wajah istana pengambil keputusan
meski hanya belatikan sejuta pilu kehilangan

;Hantarkan empati ke pintu nurani
jajaran kursi yang buta, gagu dan tuli
adakah pembaharuan solusi?
adakah, wahai para pelanjut perjuangan

Ibu muda di pinggir peradaban

Perempuan yang berpayung matahari
di antrian panjang pinggir peradaban
sembari timang luka hasil siang malam bercinta
entah, dengan rupiah siapa!

Ia adalah ibu muda berdaster lusuh
yang susui bayinya dengan air mata

Siang ini harusnya ia baptis sang bayi di Gereja
tapi, tubuh lusuh bekas rela semalaman
kerja rodi di ranjang gelisah ladeni liarnya birahi
harus tersikut harga dan tahan dahaga berlama lama
guna tukar rupiah desah malamnya
dengan sembako murah pemerintah
demi sebakul nasib, tanak di meja perjuangannya
demi seputing mewah, gizi sang buah hati

Bu! semoga beras, susu, telur, jelantah dan sayur lesu
yang kau setubuhi dengan keringat antri
dan air mata duri penyayat hatimu itu
dapat pugar sejenak jerit tangis bayi
pembaptis kembalinya malangmu
rupiahkan birahi malam nanti
sendiri, di pinggir peradaban yang tipis nurani

Thursday, February 12, 2009

Tembakau & Hati yang tuli

Menjelang senja tembakauku pasang gaya
pada diam yang sombong menghisapnya
di hadapan perempuan pengoyak janji
habiskan malam bersama

Bibirnya komat kamitkan sejuta alasan
ini, itu, itu, ini, tak jelas seperti mantra
sesekali percikkan air mata mengguyur senyumku

Di batas kebosanan sewaktu memeras sabar
dari senyumku yang basah
tembakau itu asapkan bara di lembayung hari
“hhhmmm… Penghisapku ini sedang tuli
dan kau perempuan,
air matamu terlalu basi berpuisi sendiri
menyingkirlah kami hendak hilang dari sini”


Di antara debu debu langit malam
dan hisapan terakhir tembakau itu
terpuntunglah sesal di sudut hati
yang masih di deru angin emosi
;tinggalkan wanita itu di tepi senja
bersama air mata alasannya, bersama sepi.

Cinta Monyet

Hei, bangku sebelah kiri
singasana perempuan putih
yang genitnya gemar meracau penuh goda
mengapa kau merapat, penat sendiri?

Hei, mug cokelat bertungkai lucu
kahyangan menari bibir tipis bidadari
meneguk canda, rekahkan gurau sesekali
mengapa kau diam, membisu sendiri?

Hei, meja kerja dari kayu wangi
arena damai cerita kerja melawan cerita cinta
ditonton waktu berbuah rindu setengah dada
mengapa kau sunyi, sepi sekali?

Bangku, mug, meja dan aku
sekumpulan kenangan ada kau terbiasa
yang gundah, bertanya pada puisi
mengapa hanya bayangmu
yang tersenyum
dan menari hari ini?

Lelucon

Ada anak setan
ragunya maju terdepan
hendak pilih guyon
di monolog kehidupan

Jadi penggangguran, wahh sedikit suram!
bangun selepas mentari tidur sehabis bulan
mimpi salaman dengan penghuni BH hitam

Jadi pekerja kantoran, hhmm tiada bakat!
datang telat pulang tepat
di tengah-tengah lembur atasan menghujat

Jadi Pelarik, ahaha astaga!
jarang baca sedikit bicara
banyakan diam menghisap lupa

Jadi PoliTIKUS, aakkhh apalagi!
sudah ku tulis jarang sama sedikit tadi
terlebih lihat rombongan puisi
masuk mata kanan keluar mata kiri

;Dasar anak setan!
bebaslah, hendak pilih guyon apa
selama tidak ganggu ketertiban
dan jadi lelucon di hadapan TUHAN

Wednesday, February 11, 2009

Siang bolong di kantor Polisi

Siang bolong di kantor Polisi
keringatnya antri
wajahnya pengap hilang seri
tunggu birokrasi kantor polisi
mudahkan izinnya mengemudi

Siang bolong di kantor polisi
resahnya duduk berdiri
mondar mandir kamar mandi
tunggu surat ijin mengemudi
terbit tanpa sekantor basa basi

Siang hari bolong
tukang ojek separuh baya
yang lapar, buta aksara
berletih hati tunggu hasil birokrasi
perihal ijin mengemudi
selang waktu sepersekian detik
sekujur hidupnya pucat pasi
karena kantongnya yang sunyi
tak sanggup ladeni
kantong kantor polisi

Opus sejatiku

Yang raungkan
kerikil kerikil distorsi
dari seringai kepahitan
ke hati mati
terbunuh kepalsuan

Yang menyungkurkan
kata kata suci
membangkai di selokan

Yang dibuang Tuhan
dan tuhankan kebebasan

Tuesday, February 10, 2009

Korban Populasi

Hijau perkasa hutan
dan populasi hewan
adalah dongeng kenangan
yang kita wariskan
ke anak cucu masa depan
hadapi bencana kehidupan

Analogy

Sekuntum mawar putih di kota
tumbuh berbunga,
semerbak wangi bahagia
dan lugu tak terjamah

Segerombolan lebah
berlomba lomba
menggoda harumnya
dengan segala puji puja

Seekor lalat sampahan
terpana hatinya terbata
kagumi anggun mawar putih itu
dan ingin terbuai
di kelembutan bunganya

Tersirat di benak lalat
enggan menodai
tapi ingin lindungi sarinya
meski takut akan batang
yang berduri
mungkin ini! mungkin itu!
lalat terjebak alam pikiran
maka ia simpan semua
dalam sakitnya diam

;Mawar putih tau dia di perhatikan

Panggilan dataran tinggi

Ku dengar panggilmu setiap hari
wahai, hamparan dataran tinggi
penyemangat hati dan nyali kami
yang hilang sabar tuk kembali nikmati
belantara negri di atas awan

Panggilmu mendarah daging sudah
jadi rindu kekal lukis tubuhmu
dengan kaki dan keringat sendiri
wahai, hamparan liar tanah subur berbatu

Sebab seperti sudah ribuan tahun lamanya
kami tak lagi nikmati gigil hujan,
bersenggama dengan ilalang matahari,
menjadi saksi bahwa gelap terang
silih berganti saling menenggelamkan
di angkuhnya setapak pegunungan
pertanda kami harus hilang kendali
teriak tertawa tanpa perduli
berbagi rokok dengan bulan bintang
di tenda malam yang berdiri
pelindung kelelahan hati
penghangat jiwa, pembalut luka
dalam lelap Doa berselimut kabut mimpi

Rindu kami adalah panggilan alam hati
yang mencandu jejakkan terima kasih
bertualang cari ketenangan
berdamai dengan kebebasan
tinggalkan ricuhnya polusi peradaban

Catatan kaki

Gelap sepi subuh pagi
berteman dingin langkahkan kaki
tujuannya ibu kota
yang kejam, tak bersahabat
serba cepat
guna nafkah duniawi

Gelap sepi malam hari
berteman dingin pulangkan kaki
saat semua lelap di belai mimpi
jalanan seolah mati
hati teringat bersyukur
guna nafkah surgawi

Monday, February 9, 2009

Mengais harapan di Bis jalanan

Tertawa segala debu
di bis dan jalanan
saksikan kita sindir hari
dan waktu tidur penumpang
dengan permainan gitar
yang serak bernyanyi
mengais harapan
lewat karya bang Iwan
penghibur anda sekalian

; Hanya delapan ribu seharian
yang kita bagi rata waktu pulang!

Mahkota yang terluka

Mengapa terisak wanita terhormat?
aku bertanya padamu atas nama maaf,

Jauh dalam nanar yang berlinang rahasia
kau ciptakan samudera dari sepasang mata
bisakah kau hentikan, Tuhan hentikanlah
aku tidak sanggup seberangi luas laranya

yang telanjang pilu kehilangan mahkota
ulah kecup di kening, bibir, dada, paha rayuan buaya
sepah dibuang dari ranjang karena usang
pendam kecewa dengan luka lebar menganga

"Bedebah itu sudah pergi meninggalkanmu"

Hanya itu yang bisa kurenungkan di harumu
usai kau palu ranjau paku pada harapku
dongeng penjara desahmu di malam gairah
yang harusnya terkunci hingga pelaminan suci

Pergilah merantau waktu lalu jika itu maumu
jangan pernah merasa terusir, terabaikan, terlupakan
kau adalah kehormatan, kau adalah berharga
kembalilah pulang ku beri kau sekuntum harapan

;Lindungi dia yang gamang menatap masa depan
Aku berdoa untukmu atas nama Tuhan.

Rindu

Tebaran puntung abu
dalam asbak gosong
sisa senandung asa
lamunkan tentangmu
dan dawai sumbang
senar tua gitar bolong
teman dendang rokok
asapkan bayangmu

Salah siapa?

Kemana pergi
kicauan merdu pagi hari
punah, hilang
di usir raung kendaraan
kemana pergi
lambaian syahdu pepohon hijau
tumbang, hilang
di tebang gedung pencakar nasib

Tak ada lagi hawa sejuk
yang rimbun damaikan dada
tak ada lagi sapa mesra
dari para penghuni rimba

Hanya kecewa, polusi,
cerita lara, dan bencana
yang tersedia
untuk anak cucu dan kita
;ini ulah siapa, ini dosa siapa?

Saturday, February 7, 2009

Parade Luka

Wahai para malaikat
banggaku pernah bersama
berusaha
jadi perban segala lukamu
ramaikan sepi yang siksamu

Karena tersakiti
aku yang kau cambuk
karena di kasari
aku yang kau tindas
karena terbuang
aku yang kau sia-sia kan
karena ajal
aku yang kau bunuh

Biarlah!
kan ku teguk semua
pahit getir
murninya bisamu
hingga mabuk
muntah dan terkapar
di dasar Jurang ketakutan
demi rentang kembali
sayap patah semangatmu
di mana ceria
pernah singgah
menetap
tertawa

Terbanglah
sebarkan cintamu
Mungkin itu
perban lukaku

Hati biasa

Waktu lalu hatiku penuh warna
bernuansa pelangi
seketika takut datang
ia terpucat pasi

Waktu itu hatiku berseri
terpesona kata
seketika sesak, lemas
terhimpit ragu
tak percaya

Kemarin dulu hatiku putih
bagai awan di hari cerah
seketika hitam
lebih gelap dari malam kelam

Kemarin hatiku merona tenang
bagai di manja bintang bintang
seketika bergolak hebat
di terjang ombak
lautan bimbang

“Apa kabar hari Ini hati
masih sanggupkah berubah
walau di pecundangi lelah
mari berdansa kembali”

Friday, February 6, 2009

Bersamamu

Seperti hendak mabuk ganja
tapi, papir tak tersedia
bong pun tak punya

Thursday, February 5, 2009

Sobat

Sobat, masih ingatkah kau
saat saat kita mendaki
terjalnya gunung kehidupan
walau kering semangat,
kita basahkan kembali
dengan tawa dan kata kata

Sobat masih ingatkah kau
saat saat kita saling mencaci
karena aku, jatuh ke jurang mimpi
sampai sampai kau layangkan tinju
berupa makian sinis
“Sadarlah, impian bukan kenyataan”
dengan sedikit benci yang dengki di hati
tapi, tetap saja kita tidak kaku
bahkan lebih saling bahu membahu

Sobat, sekarang kau di mana dan aku disini
kelak atau renta kita mungkin jumpa
mungkin pula tidak
bila ya, aku kan ajakmu mabuk nostalgila
dengan bangga di dada
karena bukan kebetulan kita pernah bersama
dan bukan karena alkohol atau ganja kita tertawa

Bila tidak,
kuangkat gelas penuh doa
tinggi tinggi ke angkasa
untukmu yang melinting masa depan
dimanapun rimbanya

Mengenangnya

Malam sunyi ini
aku pelukan dengan sepi
rasakan embun waktu
basahi rinduku padanya
(Mawar putihku)
yang hanyut oleh mimpi
ke sungai tak berhati
tempatku biasa berkata
"Semoga Tuhan memberkatimu
di manapun kau sedang berlari
membawa air mata
dalam kantung rela
pada segala misteri rasa

Wanita yang bertarung air mata

Tiap tetes air mata itu
perlahan menjulang
menjadi tebing batu
di jalan hidupnya

Inspired from Ruang Kosong poetry:
"Karena semua akan baik baik saja"


Wednesday, February 4, 2009

Akulah Suram (Black Metal)

Maniac jahat melanda
tanah percaya yang ber-Tuhan
tujuan, hapus terang manusia
binasakan lemah, total hampa

Akulah perang, akulah sakit
akulah ganjil pembantai suci
akulah darah air mata
akulah duka, akulah dusta

Persetan semua toleransi norma
lepaskan laskar pemakan bangkai
yang ludahi kehadiran Mulia
dan sapu bersih
sisa carnaval jasad munafik

Akulah haram, akulah salah
akulah kafir bersanding fatal
akulah cemburu, akulah siksa
akulah yang terlarang Surga

Dosa pahala
parodi busuk dunia fana
dosa pahala
tipu daya kaum Agama

Akulah badai kosmik anti berkah
akulah takut di malam suram
akulah tanduk kokoh benci abadi
akulah hitam panasnya api neraka

Petualang

Cemburu hatiku
pada masa jelajah lalu
yang bebas lepas
tanpa beban
melangkah laksana terbang
dari desa ke gunung
dari sungai ke hutan
berteduh bulan bintang
tertawakan hari depan

Arlen II (Emosiku)

Hanya sisa guratan sajak
yang pasrah (dan) berserah ini
tepis segala sesal, tepis segala rindu
terhadap kelucuanmu

tapi, andai ku bisa
kan kuhujat belati “FUCK”
pada karat tak berjiwa,
yang guratkan kenyataan
bahwa kau telah tiada.

Arlen (si bungsu yang berlalu)

Arlen!
masih mengalir air mata keluarga
terngiang lugunya bercak darahmu
mengering di lintasan kereta
tempat mu lepaskankan nyawa
tergilas berton ton karat baja

Secepat kilatkah maut menjemputmu?

Aku tahu yang kau cari di sana
adalah mainan bocah bocah
yang tak punya mainan sepulang sekolah

Kau nikmatikah mainan itu
sebelum nyawamu berlalu?

Bungsu…
sekarang, takkan ada lagi
yang ganggu candamu
bermain, tertawa di kerajaan surga

Maafkan kami yang acuhkanmu
maafkan kami yang tak mampu
hadirkan mainan kehadapanmu
maafkan kami yang merindumu
di tiap tetes air mata doa
yang basahi pusara cenderung layumu

Sampai jumpa raung kenangan!

Bis kota jurusan Bekasi - Jakarta
dan jurusan ke mana saja
yang tiap hari jejalkan
hitam jalanan dengan raungan

Telah begitu lama kita bersama
entah kapan pertama jumpa
sampai sampai aku tak rela
tinggalkan kenangan tentang kita
begitu saja tanpa hiasan kata kata

Bis tua yang meraung di jalanan
tetaplah berlari kejar setoran
walau melibas marka debu
seperti odong-odong di perkampungan
dan sombonglah menyalip waktu
bantu tumpukan keringat
yang berdiri dan duduk
serta serba terburu buru
Layaknya aku dahulu

Hei kau, yang murah, meriah, muntah,
berkuda besi aku sekarang Pahlawan
sampai jumpa di lain kesempatan

Monday, February 2, 2009

Perempuan muda dengan rahasia luka

Perempuan yang mengusap dada dengan air mata
setiap malam ia terjaga berteman kecewa,
sedih, cemas, bingung dan tak percaya
berbaur jadi satu dalam batin yang begitu pedih terluka

Terluka karena mimpi hati merajut bahagianya
di buang janji janji manis seperti sampah yang nista
setelah puas nikmati keluguan tubuhnya
di atas buaian yang mampu membuat bulan tersipu

Setiap hari kusimak rahasia batinnya
yang menyayat hati, ya menyayat hati
dimana ia seorang diri tertatih tatih,
goyah, coba berjalan di atas sesaknya kenyataan
bertopeng tawa dan cerita ceria sehari hari

Hei, perempuan muda yang mengusap dada
dengan air mata mimpi dan harapan
yang hancur di setubuhi janji janji sepi
tegarlah, tertawa dan bernyanyilah
rahasiamu aman terkunci di rahasiaku
yang selamanya bidadarikan kau di hati.

Friday, January 30, 2009

Apa yang jantan dari Perang?

Aku ingin berperang secara jantan
kepal keyakinan sebagai senjata di tangan

Melawan tiran yang melecehkan kebebasan
melawan penindas yang aniaya keadilan

Tapi, niat itu ku padamkan
sebab hanya horor berdarah
yang perang sejarahkan
seperti bau anyir perempuan,
calon calon masa depan,
ternak dan tanaman
berantakan di puing jalan
demikian pula rumah sakit,
bangunan yatim piatu
dan rumah rumah ibadah
porak poranda di bombardir
alasan alasan tak masuk akal

;keyakinanku kini, adalah puisiku

Friday, January 23, 2009

Puisi benci

Yang terhormat Bapak Ibu Negara
atas komandomu
aku berangkat bela bangsa
tapi, ada satu yang kupinta
jika nanti aku mati di medan laga
tolong, kubur jasadku
dengan posisi wajah cium tanah
dan larikkan kata di nisanku
"Sebaiknya kalian jilat ini pantat
dengan hatimu yang penuh muslihat"
sebagai tanda hujat
pada perangmu yang keparat.

Balas jasa kelas teri

Emak, Bapak,
zaman semakin gila
nilai beli makin tinggi
aspirasi berubah anarki
tetap kalian tak bersuara

Emak, Bapak
zaman semakin tega
Segenap hati ku bekerja,
di perbudak dunia fana
tetap tak ada harga

Emak, Bapak tercinta
selimuti aku dengan tulus Doa
meski harus bersimbah Darah
aku pasti balas jasa
ini, baru hanya daster
baru hanya celana
kristal malu keringatku
tolong kenakan yah!

Aneze

Aku bukan pujangga, bukan pula pujanggi
aku bukan penyair, penyiar tentu tidak
aku bukan seniman, apalagi sastrawan
aku tidak gila, meski “kebanyakan” tertawa

Aku hanya manusia biasa
pemuntah isi kepala,
Pengembara berteman khayal
yang bebas bersulang kata
walau seringkali lupa maksudnya

Semua jadi inspirasi
sepi di ramai kota,
ramai di sepi desa,
basa-basi liar sepaham tinggi

itu saja! cukup rasanya
sudah terlalu merah mata,
terlalu berat kepala
gontai, lapar, dahaga pula
mmm maksud tulisan ini apa ya?
ahh sial, aku lupa!!

Upacara si bendera

Sudah lama dia kibar di sana
pekiknya bersemangat luar biasa
“Negri kita adalah negri Merdeka
sejak dahulu tahun 45, bahkan sebelumnya”

Setiap hari meski sepi yang perduli
hanya kumpulan wajah wajah lugu
kostum putih merah bertopi
tiap senin pagi angkat tangan berdiri
menghalau sinar mentari

Tetap ia kibarkan semangatnya
kadang menyala nyala percikkan bara
tapi sebatas hisapan jempol belaka
anggapan lalu lalang penghuni negara
yang terlalu fokus jadi pahlawan kantong pribadi

“Setidaknya baraku tetap nyala
di sanubari paling muda
aku tak butuh orang sok tua, apalagi renta
jalan pikirannya terutama
lebih baik kalian mati saja”
;Katanya!! seraya kibarkan pekiknya di udara

Comerade

Pemilik sudut pandang
hidup dengan syair sebagai ladang
ialah tak beruang
lebih nikmat banting tulang
di ladang maju atau berkembang
petik puisi di waktu luang

Awal bulan ada pemasukan
bukan sekedar bulan bulanan

Propaganda

Genjer genjer yang berkumandang
di sosialisasikan pertanda perang
melawan kekuasaan, melawan yang di Esa kan
hingga kini adalah karya terlarang

Peristiwa tumpukan jendral
dalam lubang sejarah
kudeta berdarah
palu arit bersilang
tanpa sidang
di vonis dalang
dan pembangkang
turun temurun harga diri terasingkan

Emak

Adalah matahari
yang sebelum hari terang
sudah benderang
menyinari kediaman itu
dengan berdendang

Mengajak segala jejak perjalanan
yang melekat dan carut marut
di tiap ruang sepatu mu
untuk turun perlahan
berdansa bersama kopi hitam
dalam dendang suara hatinya
yang berirama riang
sebab mendapatkan oleh oleh
rupa mu yang lama tak jumpa
sedang asyik baca liur
tatkala masih lelap di tempat tidur.

Nyolong ide dari “Pulang ke Rumah” nye Ruang Kosong

Pegawai kelas sendal jepit

Ku hitung harga keringatku
yang menumpuk di kemeja kusut
kala langit mulai jingga
usai seharian bertarung dengan data

aakkhh! payahh!
hanya seharga nasi putih,
sayur bayam dan ikan kurus kering
yang rasanya serupa rasa keringat itu

Pengangguran

Sepenggal ngeri dari ibu pertiwi
yang harga dirinya
di gusur nurani menghamba
para pemimpin yang sibuk
ongkang ongkang hati di senayan

Acuhkan yang selesai makan bangku pendidikan
padahal semakin menggunung di jalanan
berwajah mendung tanpa penghasilan,
tanpa kuasa balas keringat dan air mata
yang kering kerontang biayai mereka

Tak jauh beda yang berhenti di tengah jalan
makan bangku sekolahan

;Hanya sibuk mencari kesibukan

Hasil beli mimpi

Subur tubuhmu,
tak sesubur nasibmu
yang legam, beku
dalam kotak persegi
usai membeli mimpi
di ujung tikaman
serbuk-serbuk belati
berulang kali, bahkan lebih

Bawa kau berkelana
bias, tanpa raga
mencari sisa hati
di jalan yang kau pilih
sendiri, panjang dan sunyi

;Selamat jalan kawan

Ciuman pertama

Seperti menghisap madunya cerutu

Berawal jantung gemetar
karena wajah celana mekar
lalu rancu menghilang
rindu berulang kali datang

Setia yang rancu

Setia padanya di hatimu
ku curi lewat puisi
tentang halus kulitmu
sentuhku pagi pagi
hangatnya, sapa seluruh raga
dengan suara mungil
lucu, manja, wangi pula
serupa aroma mawar
yang kutanam
di taman hatimu
dan mekar tiada sengaja

Setia padanya di hatimu
yang kucuri lewat puisi
membuat pipimu
sewarna mawar itu
dan senyum yang manisnya
tinggal di lidahku, tersipu

Hari sudah malam
setiamu di jemput hatinya
usai kau ajukan permintaan
agar esok ku curi lagi setia itu

Pembunuh tersembunyi

Senapan runduk (Rifle)
di topang nyali berhari hari
kamuflase berinfiltrasi
kasat mata menipu sunyi

Di atasnya
teleskop tiarap
menghitung akurasi
menembus teliti

Berjarak 2.430 meter
lesakan satu peluru
empat detik berlalu
nobatkan perwira tinggi
pangkat Anumerta

Tuan Pasuruan yang kaya Zakat!

Tuan Pasuruan yang kaya zakat!
kami adalah nasib bodoh
yang rela antri terinjak matahari
di lapangan pahala anda

Tuan Pasuruan yang kaya zakat!
Bagi kami jelata tiga puluh ribu di bulan puasa
sama saja tiga puluh kali sahur dan buka

Tuan pasuruan yang kaya zakat!
terima kasih atas perhatiannya
dalam bentuk tiga puluh ribu
yang tak pernah sempat kami terima

Semoga kelak upahmu besar di Surga
kampung baru kami Lebaran ini

Mati adalah kehormatan

Tiga ratus kaum Spartan
menggilas Persia laskar tirani
hingga titik darah penghabisan
di benteng Thermopylae Yunani

Deathly Metal

Malam kelam punah bulan
anjing anjing lolongkan syair
tentang sisi suram dari benci
provokatif, anti pencipta
dari hati busuk yang terluka
dan jiwa yang pendam neraka,
tanpa sadar membentak hampa,
menggoyang kasar
adrenalin yang bersimbah darah
di patahkan liarnya gutural
yang rendah, keras, ganas,

Telinga manusia bernanah
terpanah nada distorsi
enam kaki bawah tanah
dengan existensi
selamanya sekarat
tak kunjung wafat

Kepada Bung!

Bung! di Negeri kita ini
Demokrasi tak lagi berkaki

Habis di gerogoti (rekayasa pencitraan)
para pengerat bertaring slogan
yang sibuk mengais dukungan
di comberan iklan

Bung! mereka mereka itu
kaki tangan wajah wajah lama
yang mati nurani,
dan berani sekali
selewengkan jerih sawah kita
ke sarang uang pribadi
lalu, diam diam jejalkan komisi
ke mulut pemegang bukti
tedeng aling aling kebal jeruji

Hey bung!
kita dan mereka sebangsa
sesama manusia pula
Bilamana mereka tetap membinatang
kita harus siap jadi pawang

Devils

Muslihat terhebat
yang pernah di tampilkan
para penguasa neraka
adalah, meyakinkan dunia
mereka tidak pernah ada

Selamat Natal

Tadi malam tubuh Gereja itu berkhotbah padaku
Natal itu bukan sepatu, celana dan baju baru,
Natal itu bukan pohon terang dengan hiasan cemerlang,
Natal itu bukan Santa Clause yang beri hadiah sambil tertawa malas,
Natal itu bukan pesta kue kue dan minuman beraneka rasa,
Natal itu adalah harinya jiwa kita rayakan kemenangan
karena maut sudah dengan telak terkalahkan.

Khotbah si Gereja di berkati serius oleh dentang loncengnya
khotbahmu kurang kuat! bunyinya, kemudian bersabda
Bahwa kegelapan sudah sangat kelam tutupi bumi,
yang mampu teranginya adalah,
seorang cahaya mungil yang terbit dari rahim dara.
Bahwa bau amis dosa begitu menyengat di relung hidung kita
dan yang mampu lenyapkannya adalah,
aroma mukjizat dan pengharapan dari dalam palungan
berselimut lampin di kandang binatang hina.

Aku ternganga mendengar mereka, kemudian angkat bicara
;ya, kalian tak ada yang salah atau lemah,
sedikit tambahan saja dari saya
yang tersesat terlampau lama
bahwa Natal adalah Cinta kasih abadi
yang menjelma anak manusia.

Thursday, January 22, 2009

Cerita Luka

Perempuan lugu pengusap luka
tiap malam adalah air mata
mimpinya telah mati
dibunuh bujuk rayu
yang mampu membuat bulan tersipu

Harapan, berdarah ditiduri janji
masa depan hilang di atas ranjang
kemudian di tinggal pergi
seolah sepah yang tak lagi berarti

Setiap hari kulihat matanya
pancarkan usaha berdiri
di atas sesaknya kenyataan
yang menyayat hati

Hampir setiap hari
hanya matanya di mataku
hingga tanpa sadar
telah bidadarikan dia di hati

Tuesday, January 20, 2009

Berpapasan

Tak ada sapa
waktu kita papasan mata
tapi, sedikit senyum itu
membuat hati ini
cengengesan sendiri

Monday, January 19, 2009

Lelah

Hidupku susah
banyak pikiran
hidupku resah
banyak sindiran

Hidupku payah
merokok terus
hidupku goyah
mabuk terus

Hidupku sepi
lupa romansa
hidupku sunyi
lupa berdoa

Terkadang, mati
adalah terima kasih

Pantai kecil

Aku, pantai kecil
tempatmu sandarkan hati,
bersihkan luka,
istirahatkan air mata
setelah lelah
terjang badai asmara
yang sematkan duka

Lalu kau kembali
layarkan hati
arungi lautan cinta
tinggalkan pilu
kenang singgahmu
yang pasang harap
kau sandar lagi
di pantai kecil ini
;meski (se)sekali

Tetap tersesat di jalur Metal

Aku yang berhasrat
dosa, jalan hidup berubah
biadab adalah aliran darah
isi kepala ayat ayat keparat
bersimpangan dengan semua
yang hendak bentuk dunia
tanpa selingan dan bersahabat

Sana, lakukan saja!
tanpa aku, pewabah mengecewakan
yang selamanya sesat
martir di paham kebebasan

Kita adalah Indonesia

Saatnya durja kita sudahi
bahu membahu wujudkan mimpi
“kita adalah tuan di tanah sendiri”
mari, pantang asa berhenti
meski sampai detik ini
tidak satupun petinggi
tanam kesan berarti di hati

Friday, January 16, 2009

Ibu dan doanya

Emak, seharian hatimu berdoa seperti tak kenal lelah
dari mulai beres beres luka yang berserakan dalam rumah,
seduh kopi bapak dengan lagu rohani dan matahari,
jemput sarapan dari penjual lontong pagi di pinggir kali,
kemudian pijat dua sampai tiga keranjang isi pakaian
agar kelak nyaman bertengger dibadan.

Sebelum siang berdiri (di atas kepala)
celoteh bapak dan keringat pengap rokoknya
kau racik jadi cinta untuk lahapan sekeluarga
yang liar menyantapnya seperti kumpulan serigala
tak dapat mangsa tiga bulan lamanya

Menjelang senja, piring-piring kotor bekas lahapan itu
kau sucikan dengan seember air mata
pengkambuh encok, batuk, pusing, meriang
yang kau sembunyikan di balik hangatnya senyuman

Emak, hari sudah gelap, dingin dan tiada berbulan
saatnya Amin kau ucapkan dan selimuti kambuhan itu
dengan doa kami yang tak kan mampu tandingi doamu.

Sepucuk Puisi untuk orang tua

Selamat subuh emak! bersama puisi banal ini kuselipkan sejumlah resah. yang semalam membuat lukaku terendam air garam, sebab kau diam seribu kata tapi hatimu alirkan dua sungai kecil lewat matanya, sewaktu bapak berderita tentang ekonomi yang semakin menghimpit nasib kita. sejumlah resah itu ialah keringat ku, tukarkan mereka dengan empat sehat ya mak! dan yang ke sempurna ganti petai saja, kesukaan aku dan bapak. oh ya, mereka juga sanggup hapus debu yang datang lewat tagihan listrik, air, telepon dan iuran rukun tetangga meski hanya bulan ini saja.

Selamat subuh bapak! bersama puisi banal ini kuselipkan sejumlah resah. yang semalam perlahan menggores lukaku, saat kau berkehendak menyerah pada kerasnya ayunan gada keadaan yang remukkan semangat berusaha di dadamu. sejumlah resah itu ialah keringatku, kiranya dapat menambal atap nasib kita yang bolong bolong di tusuk cuaca, dan mengganti organ organ tua di tubuh angkotmu, agar ia kembali berseri mengais rejeki di trayeknya yang sepi. oh ya! mereka juga mampu menjadi asap setia temani semangatmu meski bukan bungkusan seperti biasa ada.

Nah, emak, bapak! semoga puisiku yang maknanya seperti nasib di rumah kita dan selipan sejumlah keringat resahku bisa berguna. kita tak mungkin minta bantuan abang yang sedang berjuang untuk keluarga kecilnya berkembang. terlebih kita harus ceburkan diri ke dalam kubangan hutang, Pantang.

Bapak! Doa bekas dalam gelas malammu ku habiskan ya, agar aku tetap terjaga berkendara ke mahajakarta dan jauh dari celaka, terima kasih!

Sebaiknya aku pergi, matahari sudah hampir berdiri, dia akan bertugas lagi serupa aku yang harus kembali di caci maki dan akhir bulan menjelma sejumlah resah yang kalian anggap rezeki.
salam Anes.

Tak kunjung puas

Selaut sudah sajak kukarang
buah dari berjuta kenang
tiada puas tiada senang
seperti baca sajak lain pengarang

Mudah terkata, sulit terlaksana

Benam kecewa ke tanah dalam dalam
juga sayu hati tiada gairah
rintangan seperti badai pasti manghantam
pantang lemah haram diri menyerah

Thursday, January 15, 2009

Dialog malam

“Yang kutatap bening matanya, bukan kerling dadanya” jawabku pada kuda besi yang bingung bertanya “tuan, mengapa setelah berbincang dengan bibirnya ada yang mengeras di atas pelanaku, apa saat perbincangan dalam waktu yang terus berlompatan hasrat anda menatap dadanya?”

“Yang kupeluk panas air matanya, bukan panas auratnya” jawabku pada kuda besi yang heran bertanya “tuan, mengapa setelah mengekalkan kenangan ada yang mengeras di atas pelanaku, apa kala berpelukan nafsu anda terbakar oleh auratnya?”

“Sudahlah, tugasmu hanya mengantarku kemana ku suka, bukan bertanya seputar getar jiwa manusia, seharusnya kau sadar diri kau kan besi” ujarku padanya yang melaju di heningnya aspal malam. “ah tuan, saya kan hanya sekedar ingin tahu, mengapa manusia gemar meneguk bergelas gelas birahi?” tanggapnya.

“Mengapa tiba tiba birahi, pikiranmu yang sedari tadi melemparkan perihal seperti itu! untung saja aku tak bermaksud menikmati gravitasi sembari melerai luka lukanya, bisa bisa kau bertanya tuan, kita tidak pulang?” tangkisku.

Lihai


Aku adalah Shinobi
yang cekatan
merapal tehnik ilusi
tipu mata cinta
masuk perangkap birahi



* Inspired by "Mantra Dendam"
Ruang Kosong.