Tuesday, July 28, 2009

Kepada kawan

Beginilah kiranya kawan
bukan hati hampa tekad
bukan juga sepi tujuan

Aku sadar, sungguh sangat nalar
bahwa pendakian ada di depan mata
dan boleh dikata aku sudah pergi
mendaki dari desa terbawah sekali

Dihajar hutan badai nyaris tiap hari
dingin, sakit, sedih, ngeri, lapar, letih
semua kulakoni, tanpa air mata, sendiri
obatnya kepada orang tua ku kirim puisi

Jumpa para binatang buas yang sexy
bercinta denganku mereka ingin sekali
yahh namanya binatang, pamer birahi
hukumnya lumrah menurut tivi
obatnya kepada kawan dan saudara ku kirim puisi

Tak jarang nyasar dijebak belukar duri
yang bukan cuma nancap di telapak kaki
tapi juga nancap lalu pecah di hulu hati
obatnya kepada Tuhan ku kirim puisi

Nah, bila tersambar petir dari belakang
tepat di harga diri, letak serupa dua kali
rasanya mustahil ku lanjut pendakian ini
aku enggan kuliti pelontar petir itu
dan aku tak tahu kepada siapa
puisi mengenai ini hendak kukirim

Akh tak apalah kawan, aku turun lagi!
sekedar ganti jalur mendaki
menyusulmu yang terus melaju
ke puncak bersulang paling tinggi di bumi

1 comment:

  1. aku pikir beginilah petir itu,
    menyambar-nyambar dengan sesumbar
    pertanda sebentar lagi hujan akan deras
    tapi kau putuskan ganti jalur pendakian
    mungkin akan lebih mudah bagimu kawan
    semoga tak terlalu lama beristirahat
    puncak gunung itu tetap disitu, menanti!
    selamat mendaki penyair!

    ReplyDelete