Tuesday, March 31, 2009

Negri kaya wacana

Katanya
Negri kaya raya
nyatanya,
banyak yang kewalahan
menentang kemiskinan

Lalu katanya
canangkan pendidikan
(sembilan tahunan)
namun nyatanya,
banyak sarjana
terlunta lunta,
mabuk anggur
di tepi kubur

Banyak sarjani
bermata hampa
perawannya beralih fungsi
menjadi tenaga kerja

Oiya katanya juga
mari berantas korupsi
nyatanya,
banyak yang main mata
dan di tengah jalan
prosesi hukumnya
berhenti, mati

Katanya ini, katanya itu
ya, ya, ya, negri kita
memang kaya
; kaya penanam dusta
berdalih surga

Monday, March 30, 2009

Luka dari Banten

Ya Tuhan,
tembok lumpur maut
dari danau tenang
yang sekejap garang
menerjang mimpi malam
pemukiman malang

Bukanlah tandingan
air mata bangsa
yang batinnya
selalu luka
tergores prahara

Ampun Tuhan, Ampun!

Wednesday, March 25, 2009

Kita bukan budak

Seperti para laka lantas
yang mengganti keluh jalanan
menjadi berani dan suci
wujudkan mimpi demokrasi

"Kita bukan budak di bumi pertiwi"

Mari, haram asa berhenti
meski sampai detik ini
tidak satupun petinggi
tanam kesan berarti di hati

Inspired from "Bendera di lengan kanan" Dhe

Mati adalah keuntungan

Perihal ajal
terpaksa menjerat
susah payah
pasti ku buat

Jika terjadi
dalam waktu dekat
adalah penajisan
di usung air mata

Pada makam
tanam saja
karangan daun tawa,
juga tuang
minuman bimbang

Lazimnya rongsokan
tak ber-Tuhan
tak bertuan
tak diinginkan

Monday, March 23, 2009

Kepailitan orang pinggiran

Perempuan yang nafas suaminya berhenti
tertiban sial dari atas gedung setengah jadi

Membiarkan perut putranya kesepian
dari semalam tak punya teman

Tinggalkan tangis bayi putrinya kedinginan
dari semalam tak minum kehangatan

Sebab harga diri dan dada anggunnya yang kalut
semalam direguk mandor gedung setengah jadi

Agar pagi, cair santunan terima kasih mantan suami
temani perut putra dan selimuti tangis putri

Saturday, March 21, 2009

Nasionalisme

Kita harus tegak kepala
sampai meninggal dunia
sebagai Indonesia

Meski masa lalunya
banyak yang kabur
dianiaya orang orang gila

Friday, March 20, 2009

Hingar bingar yang terbuang

Di sebuah wilayah
nada goyang pinggul bahaya
dan musik cinta manis
merajalela

Geraman intimidasi
pecundangi segalanya

merangkak dari bawah tanah

Sihir kumpulan srigala
nurani terbuang

Beringas tebar prahara
yang hitam dan fenomenal

Wednesday, March 18, 2009

Merbabu

Dalam ransel terbungkus bekal dan nyali
yang menggigil sampai ke tulang
terhembus nafas dingin sang rembulan
penoreh selamat datang pada gapura di jalur utara
yang adalah awal mula kaki kaki kami
catat kembali petualangan hati
dengan tiga ransel yang numpang
Dalam bak terbuka aroma sapi
dari wekas hingga pintu hutan
batas peradaban tempat tenaga di simpan

Sebelum cahaya, mimpi kami samar
layaknya kabut pagi yang perlahan lenyap
oleh secangkir ramah para petani
dan kicauan burung burung di atas topografy
hadirkan udara segar ke rencana perjalanan
yang terlipat dalam jemari bersama matahari

lalu kaki mulai jajaki landainya helaan nafas
lereng lereng besar dengan bebatuan pada dasar
di atas dan bawahnya panorama berkehijauan,
bentangan panjang tanah ladang senyuman
(kubis, wortel, tembakau dan bawang)
sepanjang asap yang di lukis rokok
pada embun yang mulai hilang di jemput siang

Nafas mulai tertebas saat masuk hutan pinus
yang barisannya tak lagi rapat
mungkin terbabat gergaji jahat untuk keperluan sesaat

Tangan dan sepatu acap kali jumpa
di jalur jalur serupa kejengahan di dada
namun harus terus naik turun medan,
meski sesekali berhenti
di sela kontur daratan setinggi lemari
'tuk basahi tenggorokkan yang curam
terhisap letih dan asinnya air keringat

Lanjut mendaki, jalur penuh oleh cabang mati
dan semak ilalang berduri
kompas dan nyali bingung seperti ditipu matahari
yang terkadang sembunyi dalam celah rimbun,
terkadang menantang bersama sengatnya yang garang
membuat akal saling tertawa seperti gila
di tambah lagi harus menyaksikan beban
yang dari pagi masih tegak berdiri,
menghimpit semangat di punggung kami

kompaspun di tembakkan dalam hitungan busur pasti
ke pucuk pucuk bukit yang jauh nan sepi
guna mencari langkahan kaki kembali

Akhirnya kami tiba di lapangan luas
bertembok tanah ilalang penuh pipa pipa
dimana senja turunkan jarum jarum hujannya
;tusuk semangat kawan sependakian hingga bimbang
antara lanjut mendaki atau pulang hentikan langkah
yang mulai gemetar tertusuk dinginnya hujan emosi.

Dengan terseok seok dan gemeretak gigi
sebelum gelap, tenda berdiri di jalur bimbang
udara dingin, bekal dan air
dengan terampil di rubah jari jari gigil
menjadi seduhan kata kata hangat di malam hujan
yang mengusir lelah dari peta yang resah
dan menjadi hidangan semangat yang nikmat
senikmat cerita puitis masa masa jaya bertualang

Usai perut terisi segudang kehangatan
terkepullah canda dan tawa berteman lilin remang
di malam sepi bintang, sepi suara binatang
dalam tenda kuyup yang setia melindungi
dan kokoh menghantar pagi ke jendala baru mendaki

Hari kembali berganti tenda tetap berdiri
cakrawala masih biru berselendang pelangi
belum tampak wajah sang mentari
kaki bersiap, mencari setengah semangat
dan secercah kepuasan abadi di puncak tinggi

Berbekal secukupnya, mulailah menyusuri
tanah tanah basah tanpa henti
tinggalkan beban, bekal, luka, dan emosi
dalam tenda yang sembunyi di antara semak berduri

Menanjak terus hingga matahari tinggi
di kanan jurang kiripun demikian
melepas pinus menuju pepohon cantigi yang menari
di iringi sepoi angin dari kawah kawah tua
(kombang, kendang, rebab, condrodimuko, sambernyowo)
sampai menhir watu tulis persimpangan para puncak
yang manjakan mata dengan iringan jalan para awan
di lantai biru yang membentang sejauh pandang

Keringat pun bercucuran kemana mana
pertama kekiri menghampiri prengodalem
;Puncak syarif
yang terkecil, terdekat dan berangin lebat

Kami berlutut, mencium puncak bumi
bersyukur atas perlindungan yang di berikan

Kamera pun berperan, mengambil kami
dan gunung sindoro, sumbing, slamet
yang kokoh menjulang, sombong lagi menantang

Usai mengganti tenaga, keringat kekanan
yang berliku dan berbibir jurang
dengan memanjat akar belukar
sampai pematang rumput jarang yang memanjang
;Puncak Kenteng Songo

Kembali hati bertelut dan rebah cium bumi
kembali bersyukur pada si empunya ajaib dunia

Lalu kami nikmati Puncak Ungaran, Merapi
rokok, minuman dan cokelat roti
di ujung gunung wanita (Merbabu)
puncak menyatunya keletihan, ketakjuban,
kepuasan dan ketenangan yang tak mungkin mati

Konflik kecil kecilan

Bos, kau memang awan
maka di matamu
aku tak kelihatan

Karena kerap rela
jadi bantalan kecil
yang terinjak injak
dan membatu sendirian

Juga karena senyum
saat jadi bulan bulanan
atau kambing hitam mu
seperti tak punya kehidupan

Bos, saatnya kau buka mata
bahwa aku, bukan yang tiap bulan
kau bayar tak kenyang
namun tak mati kelaparan

Tapi aku, adalah kebebasan
menulis gunung hutan
dan tak kenal frustasi
saingi cahaya bintang bulan

Tuesday, March 17, 2009

Minggu Pagi

Aku singgah ke rumah-Mu
hendak melepas rindu
sekaligus berteduh
dari segala rupa
cuaca kehidupan
yang sulit diduga

Cenderung pojokkan iman
ke sudut kurus
dan sakit sakitan

Monday, March 16, 2009

Gengsi

Enggan mengutarakan
ketertarikan emosi
adalah jalan pintas
ke jurang patah hati

Friday, March 13, 2009

Jelang Pesta Rakyat

April nanti akan mewah tersaji
potongan potongan angan angan
dan secawan anggur derita rakyat
di atas meja pesta tuan puan

Bersama para sejawat terhormat
bersantap dan bersulang
untuk masa depan bangsa
yang sekarat mengidap HIV kemiskinan

Hajar semua tuan puan, habiskan!
jangan sedikitpun ada sisa
raga kami sudah hampir terbiasa
bernasib hampa dan segala kroninya
meski batin seperti dirajam
sejuta tombak dan trisula

Tapi satu tuan puan!
bencana bila nanti
kebebebasan kami
memohon pada Tuhan
maafkan tuan puan yang rakus
telan Pancasila punya impian
turut dihabiskan

Thursday, March 12, 2009

Bersatu bahaya, berpisah tak bisa

Kenangan adalah kita
yang jauh di dasar jiwa
saling membutuhkan
Layaknya perselingkuhan

Wednesday, March 11, 2009

Hartaku adalah temanku

Teman yang terdiam di beranda itu
sedang sedih, malu dan risih
sudah berbulan bulan tak mandi
sekujur tubuhnya penuh bercak lumpur,
bau dan mulai dirambat jamur karat

Akulah yang membiarkannya seperti itu
setelah setiap hari tubuhnya kupacu
lintas propinsi, dibakar matahari,
diguyur hujan, terkadang cium metromini
dan lubang jalan yang kasat mata demi perut ini

Akulah yang mengecewakannya
setelah dia seringkali membantuku
sia siakan waktu
demi puaskan seribu wanita tak berhati

Hai teman mengembara ke pelosok doa,
teman jalani gelisah
sekaligus mengukir sejarah
kau adalah Harley Davidsonku
pada akhir minggu ini
tubuhmu kan ku kilaukan
dengan air sumur yang kutimba sendiri
agar sombong sekali kau
bawaku kembali jelajahi hari

Tuesday, March 10, 2009

Pesta para Pecundang

Sempurnalah mabuk kita
selesai tubuh menikam Vodka dan Ganja
provokasi Lamb of God kelamkan suasana
"mengasihani diri sendiri
almarhum selamanya"

Malam ini dan selanjutnya
kita berpesta mati rasa,
sebarkan darah benci
seperti malapetaka wabah kusta
yang fatal merajalela
dari tiap serenada
dosa dosa kita sendiri, Hailz!

Friday, March 6, 2009

Tuhan, (akhirnya) aku Berdoa

Tuhan yang baik!
malam ini di langit tak ada bulan
tak nampak para bintang
yang biasa bertaburan
temani hati yang kesulitan

Mereka semua karam ke bumi
seperti tangisan dingin
yang kehilangan harapan

Tuhan, sungguh tak terasa!
malam hampir sirna
sementara nurani
masih terjaga
bersihkan luka luka
yang berkarat di dada
dengan lipatan tangan
dan air mata
guna senyum di muka
hadapi esok yang bengis
seperti neraka

Monday, March 2, 2009

Complicated

Tahukah engkau,
hai mawar yang dahulu merah
kini hitam tertutup luka luka
betapa mati hati ini
menyerah, tapi tak dapat memperoleh
memuja, tapi tak dapat memiliki

Sebab aku tahu, aku sadar
luka luka yang padaku kau titipkan
terlalu sakit kau pendam sendirian
maka kurawat dengan tulus dan setia
tanpa perduli meski dada terhimpit duka

Tahukah engkau,
hai mawar hitam dengan harum kepedihan
telah kurangkai puisi empati
tentang minatku beri kau sekuntum harapan
tanpa maksud ambil kesempatan dalam kesempitan

Tapi aku tahu, aku sadar
bila tertawa dan bernyanyi
kau enggan ada aku di sisi
bila keluhan air mata melanda
kau pinta aku mendekap dan menyekanya

Mawar hitam manis yang mematikan
tiada ku lelah, tiada ku bosan,
tiada dendam juga penyesalan
atas segala kenangan yang kau hadirkan
semoga kau tahu, semoga kau sadar
kelak ku temukan bunga sejati
yang tulus dan setia merawat luka lukaku
melati suci yang takkan pernah kubiarkan layu