Friday, December 18, 2009
"Sebesar ini!" jawab-Nya
cinta dan kasih setianya
sebab telah Ia rentangkan
tangannya di bukit Golgota
Keadilan
pedangmu berkarat parah
keseringan makan darah
kaum bawah dan dibawahnya
Timbanganmu, semakin timpang
menjorok ke arah pemilik uang, dan
Kedua mata hatimu buta
yang mana rekayasa
yang mana apa adanya
dibebat nafsu dan kuasa
Saturday, December 5, 2009
Perintah dua Malaikat
pembasuh najis dari kaki kami
roti tanpa ragi bagi lapar kami
kasih, di malam rencana pelecehan kami
Bangunlah!
hari mulai pagi
Bawa berlari istri, serta
kedua putrimu ke terbit matahari
seperti yang kau kehendaki
Cepatlah!
menoleh jangan pernah
Karena kami!
hujan belerang dan hujan api
sudah harus bakar hangus
seluruh isi dari kota sakit ini
Wednesday, November 25, 2009
Supir kadang kadang
rokok dan kopi adalah sahabatnya
mencari penumpang yang ibarat cuaca
di keramaian jalan raya
"hah! sudah jadi kuda tapi kayak sia sia!"
gumamnya, sebab di lintasan sering jumpa
paku kesepian yang menggoda roda roda,
kantong kantong aparat yang minta disumbat,
atau anak anak kampung sekitar
yang pungut ongkos secara kurang ajar
Malam dingin, pulanglah lelaki muda
membawa sedikit sisa dari riuh jalan raya
"lumayan untuk mendukung mimpi!" katanya,
lalu menghisap lelah, minum secangkir doa
dan merangkai puisi ini sambil berseru
"bapak, besok libur!"
Monday, November 23, 2009
Suatu pagi di tanah Yehuda
di bawahnya,
dua kubu berseteru
tampak seperti
kerangkeng raksasa
Di dalamnya,
sebuah tombak gada
membabi buta
diayun pendekar tentara
sebesar bis kota
Sasaranya,
seorang bocah gembala
tanpa perisai tanpa zirah
yang sibuk menghindar
sambil memutar mutar
umban isi batu kali
ukuran biji sesawi
Matahari hampir tinggi
ribuan burung nazar
bersukacita di angkasa
Di bawahnya,
daging segar
seukuran bis kota
yang dahinya terbuka
ditembak batu kali
Sunday, November 15, 2009
Happy birthday, mom!
serta tawa kakak adikmu
harus kami sajikan tiba tiba
agar sesekali, kau berbunga bunga
Lebay dot com
Padahal sudah jarang tatap muka
tapi, masih ku kenal pergulatanya
yang bawel demi menyegarkan
seorang ibu di rumah hatinya
wahai! seumpama bunga, mekar baru saja
II.
Padahal sudah jarang kami bersua
tapi, di sanalah letak kelakarnya
sebab sekali bertukar sapa
hampir mirip nonton opera van java
"abaang! mana lagi puisi tentangku?"
pintanya, rindu geli saat membaca diri
dari sisi yang luput ia sadari
"Sabar ya! merangkai puisi
tidak semudah merekayasa BAP
tentang perempuan apalagi,
harus ramai yang mati penasaran!"
jawabku, sembari mencari kata kata
"Hah, kenapa?" tanyanya,
"ya, sukses berarti! andai timbul tanya
apa benar, bila nona berjalan
matahari pun kegerahan?" jawabku
"hihi, abaang! jelek!" tukasnya,
menuding penulis gagap pengalaman
lulusan unika amat gaya
fakultas hukum peminatan bercanda
(entah apa hubungannya jelek dengan lulusan mana!)
Friday, November 13, 2009
Bukan puisi cinta cintaan
jalani kebebasan tanpa harapan
apalagi mengerti segala lukaku
karena terlalu mendamba,
terlalu mengalah
menjelma batang baja panjang
yang ditembuskan dari belakang
berulang ulang
Pernah ku beri kau kesempatan
tapi hadirmu, serupa tajamnya
Maka aku merayu, aku mencumbu
dengan kosakata bermuka dua
sebagai pemadam api dendam
yang menyiksa, yang menghanguskan
Tuesday, November 10, 2009
Pagelaran Sumpah
terima sejumlah dana reksa
penampar wajah keluarga tercinta
air mata di berita adalah penegasnya
Saya bersumpah tidak pernah
diberi sejumlah surga dunia
pencoreng iman dan ketaatan ibadah
ayat suci di udara adalah penegasnya
Saya bersumpah tidak pernah
dijejal sejumlah harta tak terduga
penyumbat mulut juga hati nurani
kurang bukti adalah penegasnya
Saya bersumpah tidak pernah
disodorkan sejumlah tuhan dunia
yang bentuk tunainya asing di mata
pengacara senyum adalah penegasnya
Sunday, November 8, 2009
Berita panas
cicak si pemberantas
melawan buaya si penegak
panas gila ternyata
Penuh intrik dan manuver
yang belalakkan mata dunia
hhmm, kira kira siapa ya
promotornya, lantas!
apa lagi ide ide kreatifnya?
Tuesday, November 3, 2009
Tamasya
Saturday, October 31, 2009
Camkan baik baik!
di hidup judi macam aku ini
yang kalah, hancur tak lagi perduli
sebab sudah seperti teman sejati
Sementara seribu laki laki
kaya rupa, kaya harta,
datang memuji silih berganti
janjikan masa depan bercahaya
"Bukan aku tidak tergoda
rupa, puji dan janji kemilau mereka
lagipula, wanita mana yang tidak?
kaum lelaki pun kadang tertarik bisa"
"Tapi, di sela kewalahan hadapi itu semua
sering kali bayanganmu yang merdeka
merokok sembari konyol bertingkah
muncul tiba tiba iringi senyum ke muka"
Biar kuterangkan sekali lagi
hidupku adalah kalah, hancur tak perduli
dan semua ucapanmu tadi
cikal bakal merajam hati sendiri
Wednesday, October 21, 2009
Perempuan bermata puisi
yang lentik lagi berima
hikayat binarnya hati
tapi maksud yang sembunyi
adalah berkaca kaca
karena setelah berdua
selalu tak pernah ada kita
Semangat
agar dunia selalu jelita
dan pencipta bertambah mulia
Biar cobaan berulang ulang
gempur hati sampai terguncang
juga malang selalu datang
menghalang halangi menang
Tetap tertawa, terus berjuang
Kasihani diri bukan pilihan
menyesal dan kecewa
cuma pengkhianatan tenaga
Bangun!
berdoa!
Maju, berburu!
seperti serigala di cuaca beku
Sunday, October 18, 2009
Garong
Anggaplah aku sialan
sebab hidup sebagai bajingan
yang bergerak secepat ninja
waktu tubuhmu terhias harta
atau dompetmu sesak nafasnya
Anggaplah aku bangsat
sebab cuma modal nekat
kabur dari nasib sekarat
membawa kendaraanmu
yang seperti kulit kuli
sedang banjir keringat
Terserah!
Kau tak kenal bernasib banal
tanpa sekutil pun kesempatan
Perlawanan
yang mendesak, menekan hati
sampai enggan bertahan
Rundung aku dengan celakamu
terjang aku dengan pisaumu
aku tidak akan melawan
biar mampus kau kebosanan
Tuesday, October 13, 2009
Di bawah salib kayu
Siapa aku, hei mata sayu
yang keletihan selalu layu
Tak tahu, mungkin cuma hantu!
suara dalam hati berseru
Sebentar lagi mati datang
merusak ribuan sepi
yang ku pahat di nisan sendiri
apa pernah aku punya arti?
Tak pernah, bahkan setengah!
jawab dalam hati, gelisah
Lantas, apa perluku
bertelut seperti batu
Melepas rindu!
sekedar melepaskan rindu
Monday, October 12, 2009
Tidak berjudul
yang elegan temukan cara
agar hatimu selalu tertawa
ya! pasti kau suka
terlebih ditambah cubitan kecil di paha
Sampai sampai jadi candu
yang kau cumbu saat butuh
hanya saat air matamu jatuh
Kau tahu betapa lelah hal itu?
selelah mencari kata kata halus
tentang sampai jumpa
entah kapan, entah dimana
Wednesday, October 7, 2009
Catatan pencari kerja
"besok dipanggil ke Jakarta"
Malam, keperluan disiapkan
termasuk mimpi emak bapak
Pagi, berpakaian wangi
di jalan disenyumi matahari
Siang, tiba uji kenormalan jiwa
lantas dimintai keterangan
Malam, bingung termenung
antara percaya dan tidak
Siang tadi harus tolak mentah mentah
rayuan gombal lekas kerja
yang perlukan sejumlah biaya
Sunday, October 4, 2009
Gedung joeang Tambun
Saturday, October 3, 2009
Hasutan 30'S 2009
di gedung parlemen megah
Besok, kita bungkus janji
dengan pakaian baru
Ini malam, simpan tenaga
berfasilitas bintang lima
Tentang Minang yang terguncang
tinggal di hotel bintang seangkasa
belum resmi urusan kita
Wednesday, September 30, 2009
Kepada Herman Kemala
yang kemudian tulus berdoa
bagi dua perenggut paksa
barang barang bawaannya
Sementara ayunan tangan
yang kau terapkan
atas nama kemuliaan itu
hampa damai sejahtera
Wednesday, September 23, 2009
Wednesday, September 16, 2009
Tobat
kehabisan darah, kalah
tak seorang sudi
sekedar membenci
Seluruh anugerah yang kau beri
kulalui cuma dengan menghitam hati
meracun diri
Tuhan!
kuseru nama-Mu kembali
sekedar menghela lega
sebelum terbaring abadi
Monday, September 14, 2009
Sebelum fajar
Jangan biarkan pagi bawa dia pergi!
sebelum burung burung mulai bernyanyi
isyarat bahwa surya segera bersinar
Lalu isakmu pada matahari
seperti telah menunggu seumur nyawa
Akhirnya kutemukan yang tetap tinggal
tapi olehku jantungnya kerap reras, terpenggal
kembalilah! agar harapan tak lagi tanggal
Saturday, September 12, 2009
Mengenang perasaan
Di sebuah malam
bening matamu
rayu debar jantung
curi rindu
di merah bibirmu
Entah kenapa kala itu!
yang pasti bukan jenuh
hanya sebagai telinga
bagi gusar hatimu
Wednesday, September 9, 2009
Pertanyaan
Sunday, September 6, 2009
Ratapan
mengerti tidaklah kuasa
terlebih sebatang kara
harus percaya
bapak, sanak dan ibu
sampai jasad tiada terjumpa
Tolong Tuhan, bawa hamba
bertemu mereka
Thursday, September 3, 2009
Pulanglah, kau punya rumah!
mengapa puruk tak berdaya
dan di bahuku meneteskan gelisah
Sabar! sadar! dengar!
Apalah nanti Tuhan bilang
bila bulan terang kau masih di sisiku remang
keluhkan resah layaknya sepasang
Sementara dua cintamu di rumah
seperti langit pagi rindu matahari
Bangunlah! sebab suatu ikatan
bukan sekedar hisap rokok usai sebadan
mari! kuantar kau mengalah
Wednesday, September 2, 2009
Kepada tetangga
Dengan jijik meludahi
negosiasi berkedok perbudakkan
Lantas garangkan bambu runcing
ke leher mereka sebagai deklarasi berang
Kami pun pernah tentang pembuatanmu
yang beri celah pada imperialis
perluas penindasan di muka asia
dan lantang najiskan kursi
di induk politik dunia
yang daulatkanmu sebagai negara
;Berhentilah pancing garang dengan mencuri
luka oleh bambu runcing kami abadi
Monday, August 31, 2009
(Khayalan) Pejuang terlupakan
mereka lupa pada semangatku
yang tandu panglima satu paru
patahkan agresi militer benalu
Sampai bertongkat ku berjalan
tertatih dirundung kemiskinan
undangan peringati hari merdeka
tak ubahnya tempat tidur dipan
kursi karet dan lantai tanah
oh, jangan jangan!
Pak Dirman, rekan rekan gerilyawan
ayo, kita kembali pindah gunung, pindah hutan
patahkan agresi rezim kerakusan
Indonesia kita masih kesulitan
kemerdekaan hanya baru slogan
Sunday, August 30, 2009
Malaysia
rasa sayange, reog Ponorogo,
batik, jali-jali juga tari pendet
demi meraup keuntungan
Mereka sadar eksistensi budaya
ialah senjata vital diplomasi internasional
sedikit mirip gembong teroris
yang sedang dikultuskan densus 88
Saturday, August 29, 2009
Thursday, August 27, 2009
Kepada Perempuan
Thursday, August 20, 2009
Sikap
pemberian Yesus yang berani
dan aku, berdiri sama tinggi
dengan yang berdasi juga kuli
entah ia wanita atau lelaki
Menolak merunduk
kepada semua tangan besi
Karena aku ingin menyala
dengan sinarku sendiri
Seperti master ninja tapi
yang eksekusi misi
gelap tanpa basa basi
mematikan sekali
Wednesday, August 19, 2009
Thursday, August 13, 2009
Doktrin religi bunuh diri
kita yang mudah tergantikan
harus setan pasang badan
di garis paling depan
Rakitan ayat suci
adalah senjata
basmi tikus kecoa
beda ibadah
Mereka semua bersalah
Hancurkan!
Kita harus masuk surga
Wednesday, August 12, 2009
Mantan Pacar
lewat telepon genggamku yang sering telanjang
tak berpulsa. " Hei gombal, apa kabar, masih dajal?"
Mungkin merasa tak dihargai, maka teleponku bunyi
"Hola!" sapaku, "Heh sombong, pesanku dibalas dong!"
tukasnya, sedikit emosi sedikit bercanda
Masih serupa yang dahulu ternyata dia, sok tirani
atur sana atur sini macam paling betul sebumi
itu alasannya kisah kami mati muda
sebab bagiku tirani dimanapun harus binasa
Inti percakapannya dia minta waktu
sekedar tukar kabar di sisa kenangan
tempat dulu aku lari dari tugas
membaca hatinya yang penuh ci luk ba
"Sibuk apa sekarang?" tanyanya
"sibuk mencari kesibukan"
Tuesday, August 11, 2009
Kepada Titie
Nona belia rekan kerja depan mata
bila kau pinta penyair residivis
Perempuan dengan senyum coki coki
sungguh nyeri hendak tak melihatmu lagi
hati seperti disayat pisau, pelan sekali
hihi, sebait yang mematikan bukan?
nah beginilah sikapmu pasti:
"ohoho dudul, lebay dehh!" ceriwis sambil lempar poni
haha, bukan, bukan, beginilah seharusnya:
Alangkah pedas sedari muda
kuras tenaga untuk tawa ibu di rumah
kakak, adik, sahabat terbaik air mata
yang ditinggal pergi kasih ayah ke surga
Andai aku sebagaimu mungkin cita cita
sudah lama kubuang ke tempat sampah
lalu berlari, terus berlari meski sadar
takkan hilang segala perih
Pemudi dengan senyum selezat coki coki
suatu hari nanti aku ingin makan kenangan
bakso raksasa sembari dengar kisah hatimu
yang lulus aneka uji, temanku merangkai puisi
Friday, August 7, 2009
Mengalah yang geram
sengaja beku dalam dada
demi hatinya tertawa
kelak panasnya darah
membabi buta
di ujungnya, kecewa!
Serupa
terlebih saat hati terluka
jika menangis, lelaki dicaci banci
kupaksalah terus tertawa walau sesak dada
Murka pada segalapun sugesti sekali
namun setelah pikir tiga kali
daripada buang buang energi, kupilih mandi
bersihkan diri dari segala kuman yang babi
dan akupun pecandu keluh
tentang takdir yang kian keruh
ahh perempuan! andai kau cermati
puisi puisiku yang debu
Monday, August 3, 2009
Thursday, July 30, 2009
Kita, yang akhirnya diam
bukan akibat cemburumu yang hilang mata
tak rela ganjanya habis dihisap lain luka
Tuesday, July 28, 2009
Kepada kawan
bukan hati hampa tekad
bukan juga sepi tujuan
Aku sadar, sungguh sangat nalar
bahwa pendakian ada di depan mata
dan boleh dikata aku sudah pergi
mendaki dari desa terbawah sekali
Dihajar hutan badai nyaris tiap hari
dingin, sakit, sedih, ngeri, lapar, letih
semua kulakoni, tanpa air mata, sendiri
obatnya kepada orang tua ku kirim puisi
Jumpa para binatang buas yang sexy
bercinta denganku mereka ingin sekali
yahh namanya binatang, pamer birahi
hukumnya lumrah menurut tivi
obatnya kepada kawan dan saudara ku kirim puisi
Tak jarang nyasar dijebak belukar duri
yang bukan cuma nancap di telapak kaki
tapi juga nancap lalu pecah di hulu hati
obatnya kepada Tuhan ku kirim puisi
Nah, bila tersambar petir dari belakang
tepat di harga diri, letak serupa dua kali
rasanya mustahil ku lanjut pendakian ini
aku enggan kuliti pelontar petir itu
dan aku tak tahu kepada siapa
puisi mengenai ini hendak kukirim
Akh tak apalah kawan, aku turun lagi!
sekedar ganti jalur mendaki
menyusulmu yang terus melaju
ke puncak bersulang paling tinggi di bumi
Saturday, July 25, 2009
Puisi
yang tak kunjung
wajar kutuliskan
Kata salah tempat
kalimat nyasar
lafal berlebihan
pasti hadir di sana
Rasanya mustahil
selesai kugagas
Terlalu lama di kota
belajar pada gunung
yang tegar tabah
bawa langit di atas kepala
Friday, July 24, 2009
Kau pasti rindu (Prototype)
pemabuk dengan mimpi kusut
tapi aku masih diri sendiri
yang dulu bawa terbang kau punya hati
Tuesday, July 21, 2009
yang paling babi sedunia
dari bibir kekasih ranjang
di resto dekat lobi
hotel banyak bintang
;Ada babi ledakkan bom bunuh diri
Berat memang jadi orang
hidup itu isi teka teki
bila salah dan jatuh
berdiri, lebih tegak dua kali
Tuesday, July 14, 2009
Teka Teki
dahulu kau, lawan bedil kaum penjajah
atau setelahnya, kami
lawan ketamakan kaum sendiri
Saturday, July 11, 2009
Friday, July 10, 2009
Sajak Srigala kolong
tidak perlu ditolong
cincongmu seperti menggongong
Kami dunia kolong
gerombolan srigala kumal
masih bertaring buru mangsa sendiri
Tanpa pendidikan tinggi,
titel ular, buku bacaan beratmu
yang berfungsi cuma mengelabui
Berhenti prihatinkan kami
lewat pidato berapi api, kemudian sepi
kami enggan lolongkan nyeri
yang geletarkan luka pertiwi
Tuesday, July 7, 2009
Sate dan penjualnya
yang wangi asapnya menantang
perut letihku dari kejauhan
Setibanya di lapak pinggir selokan
tak ada orang atau kantoran yang pesan
mungkin semua pilih makan restoran
akh, aku tak peduli dan bergegas
pesan sate ayam lima, kambing lima
Mas, ini sate bumbu kacangnya
tiada sengaja campur cemas
yang lepas kala mengipas
selamat menikmati!
Mas, anda yang awal mungkin yang akhir
tusuk sepuluh sate hari ini
semoga esok sudi mampir kembali
sate campur air mata istri saya mas belum coba!
ujarnya seraya batuk karena tertawa
Sayonara, Ibu Ibu baja
kusebut kalian "Mba" junjung tinggi kehormatan
pada besarnya sabar yang enggan menagih pujian
padahal wajar bila sesekali diberikan
Mba, kalian kerja riang sekali
meski luka sering digarami atasan
yang jarang bijak jaga perasaan
Sering pula diganggu kantuk sisa semalam
benah nasib sampai larut di kediaman
atau didera sakit kecil kecilan
yang kadang makan biaya cukup lumayan
Amboi! sungguh tabah, serupa ibunda di rumah
Setiap hari tersenyum jalani amanah
demi buah hati kelak ujian lantas ditanya
"coba sebut nama pahlawan, selain Tuhan"
tanpa malu, tanpa ragu tersebutlah nama kalian
Mba, Terima kasih ya dan Sayonara!
saya hendak bertualang mencari menang
agar jadi orang, tak perlulah terpandang
cukup bisa buat sesama dan orang tua senang
oiya! mba mba perkasa titip semangat ini ya!
cenderamata dari satu luka, satu perjuangan
yang lebih tebal terima umpat daripada uang makan
tapi terus jalan belajar dari kalian
Friday, July 3, 2009
Menjelang pemilihan
kita mesti tetap cari harapan
meski kontes popularitas
yang selalu ditemukan
Di layar dusta, di sekitar
sedang sodorkan setan
pada nasib yang nyaris gentayangan
Wednesday, July 1, 2009
Naif
bukan angkuh, elok tubuh
tapi hati penggemar Tuhan
dan satu kubur kelak berdua
Tuesday, June 30, 2009
Pisah
demi henti saling meluka
kau ke sini, aku ke sana
lewat bernafas tiada indah
Monday, June 29, 2009
Membaca air mata
risalah duka hati terluka
tanpa geming, tanpa kata
dekap, rawat sekuat jiwa
Aku bukanlah salah
tapi prasangka lancip curiga
yang nobatkan waktu lalu
sebagai Raja
Friday, June 26, 2009
Nama tengahku, curiga!
sayu, berair sebagai umpan
yang harap belas kasihan
ujungnya, tajam serupa jebakan
Thursday, June 25, 2009
Sajak TKW
modal dengkul dan minim pendidikan
melayani bahasa kekerasan negri tetangga
bisa merubah nasib jelek jadi rupawan
sekaligus berbakti pada negara
menambah devisa, kurangi pengangguran
Sebulan di sana mentalku berduka
sebab dua puluh empat jam
siaga harus dengan perut hampa
kadang selangkangan makan siksa
yang kulawan sampai gigi ompong sebelah
dan pipi manyun usai disetrika
Ditafsirlah tak becus jadi babu
maka aku dipulang kandangkan
tanpa upah, tanpa koper isi harga diri
temanku berangkat dahulu
Intinya pulang kampung hampa
maklum bukan sebagai pelancong
yang bingung buang uang
atau mempelai sang pangeran
yang orgasme lewat siksa
aku beranjak ke timur tengah
atau negri sebelah
Wednesday, June 24, 2009
kecaman telak
calon pemenang hati Rakyat
tercium bau muslihat
yang sangat menyengat
serupa bau kentut yang muncrat
bersama miniatur Sidoarjo
di Astana Jawa Barat
Tuesday, June 23, 2009
Drama Nahas TNI di udara
masih harus kerja keras
tak sadar jadi api raksasa
yang jilat habis penunggangnya
pasca lepas landas
Armada tempur udara
baling baling kanibalnya
banyak tewas di angkasa
kalah perang
melawan indisipliner pengelolaan
yang sempit anggaran
Saturday, June 20, 2009
Kita harus menyerah
ruang hati
terimamu kembali
Berdirilah, hadapi
tanpa sesal, berani
Angkat lutut
dan air matamu
dari bumi
kitalah tinggi hati
yang telah kehilangan arti
Lupakan peristiwa lalu
hantu semua bagiku
Biar segala tak terucap
mati perlahan, sendiri
Friday, June 19, 2009
Mustahil, bukan berarti nihil
untuk kita, saling isi hampa di dada
Pagi, kau sudah jibaku dengan angka
dalam ruangan tertib pengolah data
aku, dikejar waktu yang selalu terburu buru
Siang, kau makan relevansi pembukuan
minum kapasitas produksi
aku, makan puisi berlauk matahari
lalu merokok di sudut lamunan hati
Sore, kau laporkan rugi laba, perubahan modal,
arus keuangan perusahaan
aku, hisap debu knalpot dan klakson jalan raya
Malam, kau susun neraca berdasarkan urutan
aku, entah dimana, terserah kaki saja
Tapi mustahil, bukan berarti nihil
Satu hari senyumku luput dari matamu
isi hati turun lebat dalam telepon genggam
Seperti hujan yang temani saat pertama kita
saling hangatkan malam setelah Gereja
;Demikian pula sebaliknya
Wednesday, June 17, 2009
Kita adalah Garuda
yang tajam semangat lawan tiran
di tangan sebilah runcing yang kuning
di dada berslempang doa satu bangsa
Demi laut, demi pulau,
demi sawah, demi ladang,
demi anak, demi cucu cicit
demi kebebasan,
demi sang saka belah angkasa
hingga ujung nusantara
gentar ditelantarkan
meski habis terbombardir
moncong bedil bangsa bangsa benalu
Mereka rela umurnya berhenti
berlumuran warna berani
sebab gugur usir jepang, usir belanda
adalah kehormatan abadi
yang kekalkan patriot di dada
Kita adalah mereka
harapan kemerdekaan bangsa
yang sekarang terjajah
rombongan kebijakan
orang orang renta di tampuk kuasa
Mari bersama singsingkan lengan,
berjuang demi darah
yang telah tumpah
wujudkan bara Soempah Pemoeda
deklarasikan pada semesta
martabat kita yang Garuda
Dendam yang berkarat
di balik tembok congkak rumah megah
terpicu umpatan tajam si tuan rumah
"Dasar mesum, orang udik,
sudah melarat malah berulah
kelak besar jadi apa kalian, sampah!"
sebab kebetulan sekali dapati tubuh bening istrinya
sedang asyik mandi senja
"Suatu hari, dia harus bayar ganti rugi"
Gerammu, yang tak terlalu kuambil hati
Demi lenyap dendam dan kembali harga diri
yang mati tertikam lidah tuan rumah
cita cita, kasih sayang, bibir perempuan dan Tuhan
kita bengkalaikan dalam bilik pesing berterali pengap
;Tertangkap basah, jual mabuk di pinggir sawah
Sobat, karena berkarat bila semakin diremas
dendam itu harus dan telah kulepas
sebelum kau lari bawa cemas, sembunyi
dari ribuan mata pengancam yang awas
Sebagai doa, ku tabur kecewa dari air mata
di atas liang kubur tuan tajam lidah
yang terbujur sepi usai kau benam
karat dendammu ke pinggulnya bertubi tubi
;Almarhum tuan, kau kumaafkan, selamat jalan!
Sobat kecil yang ngeri, selamatlah, lari!
Monday, June 15, 2009
Ejakulasi Moral
tanpa batasan, tanpa pengaman
adalah kemajuan zaman
Lebih baik aku ketinggalan
yang terus masturbasi
sampai janji suci deklamasi
Friday, June 12, 2009
Aborsi
di takdirmu yang gelap
tergunjing gonggongan
anjing anjing kehidupan
Maka biarlah dalam perutmu
aku tinggal sementara
Ibu, panggil Tuhan
yang penuh pengampunan
bukan algojo kandungan
yang kosong belas kasihan
Jangan ibu, tolong!
aku adalah moralmu
ampuni salahku bu!
bapak, kau dimana?
Wednesday, June 10, 2009
Cita cita
kepadaku yang mirip Agnes Monica
bila tanpa kulit sawo dekil
rambut dagu dan bulu sulit disisir
"Setelah punya pesawat dua roda
dan sukses selaku pilotnya
lantas cita cita apa lagi
yang hendak kau rampungkan?"
Karena diri gemar kecepatan
kujawab saja dengan lekas
"Aku ingin punya perawan Pak!
sebagai ko-pilot pesawat
agar tiba di masa datang selamat"
Monday, June 8, 2009
Ijazah
biarlah ini ijazah
kubingkai dengan dadaku
yang busung olehnya
Kemudian, kupajang di hati
agar smart dan gengsi
yang sangit itu mengerti
selain tinta angka
kurus termakan waktu
ada air mata
dan tawamu di sana
Inspired from "Ijazah" Dhede
Monday, June 1, 2009
Kenanglah!
kenanglah seperti tembang
yang kurang begitu merdu
tapi lahir hanya untukmu
Thursday, May 28, 2009
Bahan pertimbangan
aku berencana lepas ikatan kerja
Di sini daya juangku payah sudah
datang dari seberang matahari
hanya untuk tahan damprat
yang pedas serupa bayaranku sebulan
Tak jarang, digigit gigit dari belakang
para penjilat pantat atasan
yang tugas serta tanggung jawabnya sedap
;cating catingan, pasang muka porno,
main fesbuk dan ketawa ketiwi seharian
Bila badai datang aku yang harus hadang
mereka semua lekas buang badan
atau, malah saling cabut pedang
Belum lagi para perempuan
yang mataku bilang
"telah silam norma kesopanan"
membuat iman dalam celana kejang kejang
Emak yang seksi, Bapak yang keren
aku berencana lepas ikatan kerja
semoga alasan di atas
kalian pertimbangkan setengah matang
Wednesday, May 27, 2009
Panglima Dosa
yang membara
serupa cambuk api
atas kematian sendiri
untuk kembali bangkit
sebagai penggawa
angkara neraka
yang membakar surgaloka
serta rajanya
Friday, May 22, 2009
Shape Shifter
aku melangkah ke dalam hutan
penuh pepohonan saling belit
reranting mencakar langit
Kabut kemerahan seperti pijar
menyapa perlahan bersama malam
dan nyanyian dingin kumpulan Srigala
yang masuk telinga serupa mantra
"Di sinilah takdirmu bertakhta Tuan
atas kami serdadu bertaring malam,
dan di sinilah darahmu pekat Tuan
pertanda kefanaanmu sirna selamanya"
Wednesday, May 20, 2009
Muak!
dengan melas itu
karena iba
telah kupaksa harakiri
Berhenti membujukku
karena bagiku segalamu
adalah debu tajam
yang merahkan mata hati
Hentikan, cukup!
binasakan semua dusta
yang mengalir panas
di tubuhmu itu
mereka menjijikkanku
Tuesday, May 19, 2009
Jakarta
yang terpaksa mempersilahkan
tata letak keindahan kota
bersihkan pemukiman muram
agar tidak mengusik pengelihatan
gedung gedung pencakar nasib
Jakarta itu ibarat oplet tua,
Metromini, Mikrolet, bus kota
meski penumpangnya berantakan
kerap bermanuver tak terduga
di kemacetan jalan raya
Jakarta itu ibarat perempuan anggun
dengan harga diri tolak pinggang
namun, berbau kecut keputusasaan
sebab telah kehilangan masa depan
di ranjang tinggi hatinya sendiri
Jakarta adalah aku yang memar
dihantam risau karena jual keyakinan
pada pengabdian tiada harga
demi bermusuhan dengan sengsara
Saturday, May 16, 2009
Friday, May 15, 2009
Sudahlah
yang kutanam
di halaman
hatimu
Pelenyap bau
amis yang keluar
dari luka lukamu
itu
Anggap saja
bukan aku
yang tanam
Wednesday, May 13, 2009
Sejarah kelam Indonesia (Dosa Turunan)
kami dan keturunan Gerwani, Serbuni, Gestapu, Tjakrabirawa,
adalah iblis murni yang di tahun keji lubang buaya
berdosa, mengganyang para penyandang bintang negara
Oleh karenanya segala hak kami wajib disiksa,
disita secara paksa juga dikarantina sepanjang masa
Kami yang perempuan harus diperkosa ala barbarian
pada setiap kesempatan seperti di Bawang, Plantungan
Kami yang laki laki harus diperbudak lantas dihabiskan
pada ajang pesta anjing kelaparan seperti di Permisan,
Nusakambangan
Kami yang anak anak harus dipasung
dengan doktrin selamanya sampah, selamanya tiada
sedari lahir sudah seperti di Neraka
Hanya Tuhan yang percaya bahwa tangan kami
tak pernah cungkil mata atau silet kelamin penguasa yang sah
Monday, May 11, 2009
Aku
cinta Slayer, Metallica,
semua penggerinda telinga,
mabuk kata kata
dan mendaki wanita
meski telah binasa
Kepada Bus Kota
dan berjalan ibarat odong odong
di perkampungan
Sudah begitu lama kita seiring sejalan
entah kapan pertama berkenalan
sampai sampai aku keberatan
tinggalkan kau dalam kenangan
sendiri, tanpa kata hiasan
Sebab sekarang dengan kuda besi
aku satu pikiran di jalan
ahahaha, hajarrr! goyang kiri goyang kanan
melibas marka debu, menyalip waktu
kesampingkan murah, meriah, muntahmu
yang dahulu serupa nafas buatan
bagi nasibku yang sering pingsan
tersengat bau pesing persaingan
Friday, May 8, 2009
Luka
terbayang bayang tubuh kuning langsat
yang menjelma arang
Bila Mei datang haru pun menjelang
terkenang perempuan yang daranya hilang
diperkosa api reformasi Republik binatang
Bila Mei datang, hatiku lengang
di atas makam Mey mey yang malang
calon mempelaiku tersayang
Tuesday, May 5, 2009
Jangan terlalu mabuk
kau tampak lepas sekali, bahkan yang masih lekat
di bibirku pun nakal kau jilat
seperti halnya perawan yang hendak bercinta
terlebih kala kububuhi sedikit asap canda
pada tiap katanya
Entah telah berapa lama kau hanya minum getir
dalam rumah lelaki yang hanya perduli
merangkum kenyal dadamu sembari asah pedangnya
yang mudah karatan di liang puitis bawah pinggangmu
Tapi mbak, maaf! kata kataku yang wangi itu bisa
tak seharusnya murni kau tenggak
campur sedikit dengan realita
sebab malam mungil yang menangis di ranjang sebelah
harus menjadi prioritas utama jiwamu yang luka
Friday, May 1, 2009
Wednesday, April 29, 2009
Jika demikian, maka biarlah
lirik "satu Nusa satu bangsa" dirubah
dengan bang Iwan punya formula
agar tajam dan tidak mengada ada
sentuh nurani semua lapisan jiwa
Sebab kabur sudah patriotismenya
meski kita satu nusa
namun terdiri dari tiga bangsa;
bangsa atas, yang najis melihat tanah
seolah banyak sampah yang basah
bangsa tengah, yang mayoritas jawab iya pak!
agar nasibnya tidak terkontaminasi
pandemi virus flu babi
dan bangsa bawah, yang dapat dihabiskan
seolah tidak berguna sama sekali
Apa guna hidup di bawah satu langit
tapi sangat jauh dari sinergi
ibarat jarak timbul dan tenggelam matahari
satu sama lain cemburu, haram membantu
cikal bakal dua bahasa tanah air
yang pasti jaya selama lamanya
bahasa diam yang menimbun topan
sebab bosan jadi mainan
dan bahasa kekerasan
sebagai media menyelesaikan masalah
O, Indonesia pusaka
o, Indonesia tercinta
nusa indah, bangsa sentosa
dan bahasa cinta
entah kemana punahnya
seperti sia sia
dahulu nenek dan moyang
habis habisan membelanya
Monday, April 27, 2009
Menurut hemat saya
poles kata jadi mutiara
ringan ringan saja
Terutama kala dapati
mata manismu tersenyum
indah pada hati
Saturday, April 25, 2009
Sama malu kita
saksikan dagelan kampanye
beberapa waktu lalu
yang lucu alpa rasanya di situ
Adalah contoh salah satu,
tampang rancu sedang cumbu macan
dengan slogan salah salahan
ramai terpajang sembarang
merusak pemandangan
;entah filosofi apa
terkandung di dalamnya
Aku tahu kalian sangat malu
aku tahu saudara, Serupa kita
aku pun begitu, hheehhhhhh!
Tapi kita harus kuat
harus terus menderu
membunuh malu
yang mulai bernanah
dan menyengat itu
Thursday, April 23, 2009
Calon Legislatif 2009
yang gembar gemborkan kekalahan
dalam bilik pencontrengan
dengan serentak masuk kuburan
Monday, April 20, 2009
Proposal
bila aku membunuhmu?
akankah kau persilahkan
bila ku coba dahulu?
Sebab di antara kita
jurang telah menganga
dan air dari mata di seberang sana
kini, musuh hati yang paling utama
Thursday, April 16, 2009
Saran
lebih gelap dari malam
Sulit, seperti terhimpit
dan penuh kerikil tajam
yang keras menjurus kejam
Sampai sampai kau hilang arah
lantas mengasihani diri sendiri
Selain percaya,
cobalah mengembara
dalam dunia rangkai kata
Pasti lembut suasana hati
atau setidaknya akal dan jemari
Wednesday, April 15, 2009
Malam, di Gunung
Hujan inikah yang musnahkan hangat
atau tiada dekapmu di gunung ini?
hingga gigir sekujur badan
diam kaku pohon pohon hutan
Hening, sepi, hampa jawaban
Malam kian pekat
dingin semakin menjerat
dan aku, beku!
bersama inginku
jelajahi rimba hatimu
Wanita Penggoda
yang berdansa
di bibir madunya
indah!
seperti ujung dadanya
yang merah
muda
tawarkan bencana
Saturday, April 4, 2009
Friday, April 3, 2009
Paskah
hati teguh
pilih darah tubuh
yang pasrah
digantung sejarah
pada pokok kayu
Thursday, April 2, 2009
Kepada Puisi
aku hendak pergi,
pergi ke hutan awan
Berdiri
di atas hati sendiri
terasing
dari segala tak pasti
Kelak kembali!
kita tuang tawa, air mata
ke dalam gelas kata
hingga tumpah tumpahan
Bersulang, lantas habiskan
sembari cumbu perempuan
lantang, layaknya binatang
Wednesday, April 1, 2009
Malas
sampai sampai motor hitamku sumringah bodinya
dengan bergaya kuda istana ia berkata
"Tuan, hari ini aku istirahat ya! aku lelah tiap hari kau pacu
pergi pulang, pulang pergi cari nasi, lintas propinsi lagi
sudah lama aku tak diam diri dan mandi sebelum matahari pergi"
Kugandeng ia ke beranda, sembari sepakati rencananya hari ini
"baiklah, kau diam di sini leha leha, nikmati udara
jangan lupa, berlebihan sedikit bila gadis manis, gadis pahit
lalu lalang semi manja mencari cari perhatian ya!
nanti mereka mohon padaku menunggangimu lagi
bila kau bertingkah acuh tak acuh atau biasa saja,
tak jadi pula kau lepas rindumu yang tebal itu"
Motor hitamku, nasibnya kumal sekali
suaranya yang makin parau kadang menyapa tidurku.
Memasuki sore, kubangunkan ia guna mandi bersama
agar bersih dari segala sisa perjalanan
sayang sungguh sayang, hujan berkunjung rombongan
sampai sampai seperti pasar di beranda depan
"wah tem, tak jadi mandi bersama kita
kau mandi berdua dingin saja ya, aku besok saja!"
Tuesday, March 31, 2009
Negri kaya wacana
Negri kaya raya
nyatanya,
banyak yang kewalahan
menentang kemiskinan
Lalu katanya
canangkan pendidikan
(sembilan tahunan)
namun nyatanya,
banyak sarjana
terlunta lunta,
mabuk anggur
di tepi kubur
Banyak sarjani
bermata hampa
perawannya beralih fungsi
menjadi tenaga kerja
Oiya katanya juga
mari berantas korupsi
nyatanya,
banyak yang main mata
dan di tengah jalan
prosesi hukumnya
berhenti, mati
Katanya ini, katanya itu
ya, ya, ya, negri kita
memang kaya
; kaya penanam dusta
berdalih surga
Monday, March 30, 2009
Luka dari Banten
tembok lumpur maut
dari danau tenang
yang sekejap garang
menerjang mimpi malam
pemukiman malang
Bukanlah tandingan
air mata bangsa
yang batinnya
selalu luka
tergores prahara
Ampun Tuhan, Ampun!
Wednesday, March 25, 2009
Kita bukan budak
yang mengganti keluh jalanan
menjadi berani dan suci
wujudkan mimpi demokrasi
"Kita bukan budak di bumi pertiwi"
Mari, haram asa berhenti
meski sampai detik ini
tidak satupun petinggi
tanam kesan berarti di hati
Inspired from "Bendera di lengan kanan" Dhe
Mati adalah keuntungan
terpaksa menjerat
susah payah
pasti ku buat
Jika terjadi
dalam waktu dekat
adalah penajisan
di usung air mata
Pada makam
tanam saja
karangan daun tawa,
juga tuang
minuman bimbang
Lazimnya rongsokan
tak ber-Tuhan
tak bertuan
tak diinginkan
Monday, March 23, 2009
Kepailitan orang pinggiran
tertiban sial dari atas gedung setengah jadi
Membiarkan perut putranya kesepian
dari semalam tak punya teman
Tinggalkan tangis bayi putrinya kedinginan
dari semalam tak minum kehangatan
Sebab harga diri dan dada anggunnya yang kalut
semalam direguk mandor gedung setengah jadi
Agar pagi, cair santunan terima kasih mantan suami
temani perut putra dan selimuti tangis putri
Saturday, March 21, 2009
Nasionalisme
sampai meninggal dunia
sebagai Indonesia
Meski masa lalunya
banyak yang kabur
dianiaya orang orang gila
Friday, March 20, 2009
Hingar bingar yang terbuang
nada goyang pinggul bahaya
dan musik cinta manis
merajalela
Geraman intimidasi
pecundangi segalanya
merangkak dari bawah tanah
Sihir kumpulan srigala
nurani terbuang
Beringas tebar prahara
yang hitam dan fenomenal
Wednesday, March 18, 2009
Merbabu
yang menggigil sampai ke tulang
terhembus nafas dingin sang rembulan
penoreh selamat datang pada gapura di jalur utara
yang adalah awal mula kaki kaki kami
catat kembali petualangan hati
dengan tiga ransel yang numpang
Dalam bak terbuka aroma sapi
dari wekas hingga pintu hutan
batas peradaban tempat tenaga di simpan
Sebelum cahaya, mimpi kami samar
layaknya kabut pagi yang perlahan lenyap
oleh secangkir ramah para petani
dan kicauan burung burung di atas topografy
hadirkan udara segar ke rencana perjalanan
yang terlipat dalam jemari bersama matahari
lalu kaki mulai jajaki landainya helaan nafas
lereng lereng besar dengan bebatuan pada dasar
di atas dan bawahnya panorama berkehijauan,
bentangan panjang tanah ladang senyuman
(kubis, wortel, tembakau dan bawang)
sepanjang asap yang di lukis rokok
pada embun yang mulai hilang di jemput siang
Nafas mulai tertebas saat masuk hutan pinus
yang barisannya tak lagi rapat
mungkin terbabat gergaji jahat untuk keperluan sesaat
Tangan dan sepatu acap kali jumpa
di jalur jalur serupa kejengahan di dada
namun harus terus naik turun medan,
meski sesekali berhenti
di sela kontur daratan setinggi lemari
'tuk basahi tenggorokkan yang curam
terhisap letih dan asinnya air keringat
Lanjut mendaki, jalur penuh oleh cabang mati
dan semak ilalang berduri
kompas dan nyali bingung seperti ditipu matahari
yang terkadang sembunyi dalam celah rimbun,
terkadang menantang bersama sengatnya yang garang
membuat akal saling tertawa seperti gila
di tambah lagi harus menyaksikan beban
yang dari pagi masih tegak berdiri,
menghimpit semangat di punggung kami
kompaspun di tembakkan dalam hitungan busur pasti
ke pucuk pucuk bukit yang jauh nan sepi
guna mencari langkahan kaki kembali
Akhirnya kami tiba di lapangan luas
bertembok tanah ilalang penuh pipa pipa
dimana senja turunkan jarum jarum hujannya
;tusuk semangat kawan sependakian hingga bimbang
antara lanjut mendaki atau pulang hentikan langkah
yang mulai gemetar tertusuk dinginnya hujan emosi.
Dengan terseok seok dan gemeretak gigi
sebelum gelap, tenda berdiri di jalur bimbang
udara dingin, bekal dan air
dengan terampil di rubah jari jari gigil
menjadi seduhan kata kata hangat di malam hujan
yang mengusir lelah dari peta yang resah
dan menjadi hidangan semangat yang nikmat
senikmat cerita puitis masa masa jaya bertualang
Usai perut terisi segudang kehangatan
terkepullah canda dan tawa berteman lilin remang
di malam sepi bintang, sepi suara binatang
dalam tenda kuyup yang setia melindungi
dan kokoh menghantar pagi ke jendala baru mendaki
Hari kembali berganti tenda tetap berdiri
cakrawala masih biru berselendang pelangi
belum tampak wajah sang mentari
kaki bersiap, mencari setengah semangat
dan secercah kepuasan abadi di puncak tinggi
Berbekal secukupnya, mulailah menyusuri
tanah tanah basah tanpa henti
tinggalkan beban, bekal, luka, dan emosi
dalam tenda yang sembunyi di antara semak berduri
Menanjak terus hingga matahari tinggi
di kanan jurang kiripun demikian
melepas pinus menuju pepohon cantigi yang menari
di iringi sepoi angin dari kawah kawah tua
(kombang, kendang, rebab, condrodimuko, sambernyowo)
sampai menhir watu tulis persimpangan para puncak
yang manjakan mata dengan iringan jalan para awan
di lantai biru yang membentang sejauh pandang
Keringat pun bercucuran kemana mana
pertama kekiri menghampiri prengodalem
;Puncak syarif
yang terkecil, terdekat dan berangin lebat
Kami berlutut, mencium puncak bumi
bersyukur atas perlindungan yang di berikan
Kamera pun berperan, mengambil kami
dan gunung sindoro, sumbing, slamet
yang kokoh menjulang, sombong lagi menantang
Usai mengganti tenaga, keringat kekanan
yang berliku dan berbibir jurang
dengan memanjat akar belukar
sampai pematang rumput jarang yang memanjang
;Puncak Kenteng Songo
Kembali hati bertelut dan rebah cium bumi
kembali bersyukur pada si empunya ajaib dunia
Lalu kami nikmati Puncak Ungaran, Merapi
rokok, minuman dan cokelat roti
di ujung gunung wanita (Merbabu)
puncak menyatunya keletihan, ketakjuban,
kepuasan dan ketenangan yang tak mungkin mati
Konflik kecil kecilan
maka di matamu
aku tak kelihatan
Karena kerap rela
jadi bantalan kecil
yang terinjak injak
dan membatu sendirian
Juga karena senyum
saat jadi bulan bulanan
atau kambing hitam mu
seperti tak punya kehidupan
Bos, saatnya kau buka mata
bahwa aku, bukan yang tiap bulan
kau bayar tak kenyang
namun tak mati kelaparan
Tapi aku, adalah kebebasan
menulis gunung hutan
dan tak kenal frustasi
saingi cahaya bintang bulan
Tuesday, March 17, 2009
Minggu Pagi
hendak melepas rindu
sekaligus berteduh
dari segala rupa
cuaca kehidupan
yang sulit diduga
Cenderung pojokkan iman
ke sudut kurus
dan sakit sakitan
Monday, March 16, 2009
Friday, March 13, 2009
Jelang Pesta Rakyat
potongan potongan angan angan
dan secawan anggur derita rakyat
di atas meja pesta tuan puan
Bersama para sejawat terhormat
bersantap dan bersulang
untuk masa depan bangsa
yang sekarat mengidap HIV kemiskinan
Hajar semua tuan puan, habiskan!
jangan sedikitpun ada sisa
raga kami sudah hampir terbiasa
bernasib hampa dan segala kroninya
meski batin seperti dirajam
sejuta tombak dan trisula
Tapi satu tuan puan!
bencana bila nanti
kebebebasan kami
memohon pada Tuhan
maafkan tuan puan yang rakus
telan Pancasila punya impian
turut dihabiskan
Thursday, March 12, 2009
Bersatu bahaya, berpisah tak bisa
yang jauh di dasar jiwa
saling membutuhkan
Layaknya perselingkuhan
Wednesday, March 11, 2009
Hartaku adalah temanku
sedang sedih, malu dan risih
sudah berbulan bulan tak mandi
sekujur tubuhnya penuh bercak lumpur,
bau dan mulai dirambat jamur karat
Akulah yang membiarkannya seperti itu
setelah setiap hari tubuhnya kupacu
lintas propinsi, dibakar matahari,
diguyur hujan, terkadang cium metromini
dan lubang jalan yang kasat mata demi perut ini
Akulah yang mengecewakannya
setelah dia seringkali membantuku
sia siakan waktu
demi puaskan seribu wanita tak berhati
Hai teman mengembara ke pelosok doa,
teman jalani gelisah
sekaligus mengukir sejarah
kau adalah Harley Davidsonku
pada akhir minggu ini
tubuhmu kan ku kilaukan
dengan air sumur yang kutimba sendiri
agar sombong sekali kau
bawaku kembali jelajahi hari
Tuesday, March 10, 2009
Pesta para Pecundang
selesai tubuh menikam Vodka dan Ganja
provokasi Lamb of God kelamkan suasana
"mengasihani diri sendiri
almarhum selamanya"
Malam ini dan selanjutnya
kita berpesta mati rasa,
sebarkan darah benci
seperti malapetaka wabah kusta
yang fatal merajalela
dari tiap serenada
dosa dosa kita sendiri, Hailz!
Friday, March 6, 2009
Tuhan, (akhirnya) aku Berdoa
malam ini di langit tak ada bulan
tak nampak para bintang
yang biasa bertaburan
temani hati yang kesulitan
Mereka semua karam ke bumi
seperti tangisan dingin
yang kehilangan harapan
Tuhan, sungguh tak terasa!
malam hampir sirna
sementara nurani
masih terjaga
bersihkan luka luka
yang berkarat di dada
dengan lipatan tangan
dan air mata
guna senyum di muka
hadapi esok yang bengis
seperti neraka
Monday, March 2, 2009
Complicated
Tahukah engkau,
hai mawar yang dahulu merah
kini hitam tertutup luka luka
betapa mati hati ini
menyerah, tapi tak dapat memperoleh
memuja, tapi tak dapat memiliki
Sebab aku tahu, aku sadar
luka luka yang padaku kau titipkan
terlalu sakit kau pendam sendirian
maka kurawat dengan tulus dan setia
tanpa perduli meski dada terhimpit duka
Tahukah engkau,
hai mawar hitam dengan harum kepedihan
telah kurangkai puisi empati
tentang minatku beri kau sekuntum harapan
tanpa maksud ambil kesempatan dalam kesempitan
Tapi aku tahu, aku sadar
bila tertawa dan bernyanyi
kau enggan ada aku di sisi
bila keluhan air mata melanda
kau pinta aku mendekap dan menyekanya
Mawar hitam manis yang mematikan
tiada ku lelah, tiada ku bosan,
tiada dendam juga penyesalan
atas segala kenangan yang kau hadirkan
semoga kau tahu, semoga kau sadar
kelak ku temukan bunga sejati
yang tulus dan setia merawat luka lukaku
melati suci yang takkan pernah kubiarkan layu
Friday, February 27, 2009
Arogansi kita
yang mampu membaca
kenapa tiada angin tiada hujan
kau enggan bicara
Aku adalah diam
yang lebih dingin dari beku
Wednesday, February 25, 2009
Jam Istirahat
Waktu hari di tengah kepala
kita bengkalaikan di atas meja kerja
segala data, akal, fisik sekaligus hati
dari rumitnitas yang enggan berhenti
memburu hampir setiap hari
guna melahap sejumput tenaga
racikan rumah makan sekedarnya
Lalu berhamburan ke remang parkiran bawah
manjelma siswa siswa menengah pertama
yang ramai ramai asal kecap kata kata
pemancing berbagai macam bentuk tawa
yang terkadang mengundang tawa pula
Dari mulai taruhan kecil kecilan liga sepak bola,
politik becak yang kehilangan jalan raya,
sampai wacana menggarap tubuh wanita kantoran
yang lalu lalang dengan make up menyolok mata
dan rok sedikit nakal ala metropolitan
Di sana kita terbahak setengah gila
hingga lupa desakan pacar, tuntutan istri,
rongrongan buah hati, tumpukan dokumen,
celaan para atasan dan situasi genting ekonomi.
Melupakan belati di belakang pinggang
pindah lokasi ke nadi tangan
;pewakil benak kita melawan itu semua.
Di sana, kita bebas
mukimkan sejuta gaduh
yang nyaris busuk di dada
campur asap rokok, limbah knalpot,
dan hawa sesak jakarta
ya di sana! di parkiran bawah
kita yang robot, mati!
meski hanya sementara
Tuesday, February 24, 2009
God Bless you, Camerad
dari hati kecilnya yang rindu ibunda
ku larungkan padamu
Doa yang jauh dari sempurna
Bila kelak tiba di senyummu
rangkailah! hingga ia sempurna
menjelma karang pada lukamu
yang seluas samudra
Monday, February 23, 2009
Malam malam!
aku, kau dan setan
Kau tahu perempuan!
setan barulah setan
bila tolol tak mampu ditahan
beralibi hasrat yang gelap mata
Malam ini hanya kita berdua
aku yang hampir tolol
dan kau yang nyaris gelap mata
Friday, February 20, 2009
Thursday, February 19, 2009
Loh Jinawi Indonesia
Belantara rimba terpana
lihat hutan hijau berdandan
berkaca pada biru samudera
tempat nelayan mengail ikan
begitu menawan, begitu sentosa
Di sisir desir sejuk berseri seri
yang melayang hingga pematang
tempat petani menanam padi
berteman bukit gunung menjulang,
celoteh margasatwa dan gurauan ilalang
Tanah airku!
disana sungai membelai ladang
laut, danau, telaga dicumbu hujan
camar bernyayi di atas karang
lagu bersihnya udara kepulauan
tanah suka duka kita
yang lahirkan air mata bahagia,
rumah akhir kita kelak menutup nyawa
Wednesday, February 18, 2009
Kepada Pribumi alam pertiwi
Cemara, Tapir, Harimau,
Ki Tenjo dan lainnya
kalian dimana?
biasanya kalian berseri seri
berdansa dan bernyanyi
lindungi batas peradaban kami
dari segala gangguan
yang mengancam hati
Benarkah kalian di curi HPH
hingga ke akar akarnya
dan di bantai diam diam
sampai sampai terancam punah,
benarkah?
Kalian tahu, di sini sunyi
sunyi sekali
tak ada yang bernyanyi
dan menari nari
seperti hari hari lalu
yang selaras dan asri
Di sini, dimana kami tak kuasa
bendung banjir yang bawa disentri
dan infeksi ke nasib kami,
juga tak kuasa halau kemarau
yang gersangkan ladang hati kami
;Semoga kalian lekas kembali!
Tanah Rinduku
sepanjang damainya kenangan
menyusuri danau adat di ujung utara
yang di jantungnya terbaring pulau
silsilah marga sejak lampau
Inang! aku rindu manortor'
bersama barisan kokoh bukit bukit hijau
dan nasib terpencil hutan sawit kelapa,
pahatan kayu kayu malam tak berlampu
berteman api kecil yang menjilat sumbu
sebelum cemara hitam buka pintu
setelah anak tangga bermain bambu
Pada tuak, pada sangsang
rindu makin menggebu,
melebihi Naga Bonar
yang harapkan si Bujang kembali
sebelum habis di makan cacing peluru
Rindu pula Horaskan tegur sapa
di ‘Tapian na uli, kampung hatuboanku
ranah Ompung Sisingamangaraja
yang kebal segala senjata
kala mengusir bala serigala Eropa
Saturday, February 14, 2009
Bapak dan Gunung Gede
gunung gede biru
seperti suasana hatimu
yang rindu kopi pagi
sentuhan pacar lamamu
Tapi pak, atap gunung gede itu
berselimut awan putih, bersih sekali!
seperti kepulan tulusmu
kehilangan bosan
sajikan segenap perhatian
pada kesehatan pacar sejatimu
yang terganggu di pembaringan
Bapak, sebutan gunung gede
mustahil abadi
bila ia tidak besar
seperti cintamu
yang rajin merangkai lelah
menjadi senyum indah
penambah gairah hidup
pacar sehidup sematimu
Bapak,
kau adalah gunung gede
yang tegar berdiri
dampingi tawa dan air mata
pacar lamamu
pacar sejatimu
pacar sehidup sematimu
kekasih abadimu
hatimu,
ibu ku!
Friday, February 13, 2009
Pingsan
Ribuan lebah terbang
mendengung di telinga
ribuan kunang kunang
berterbangan di mata
pada saat yang sama
:Wajahku cium tanah
Kepada para pelanjut perjuangan
Telah bermakam perduli
di tata cara kalian
“usut tuntas darah para korban
yang terkapar beku di tembus peluru”
Sebab, isi bus kota juga metromini
puluhan jam berdesakkan, berdiri,
haus, lapar di tambah kecewa
tunggu barikade pengeras suara
usai kepulkan ban ban usang
dan mabuk molotov di jalur mereka pulang
Aku menaruh simpati ke dalam relung hati
saksikan segelintir kalian, hei demonstran!
dan orang tua para korban itu
setia, mencari secuil keadilan
di wajah istana pengambil keputusan
meski hanya belatikan sejuta pilu kehilangan
;Hantarkan empati ke pintu nurani
jajaran kursi yang buta, gagu dan tuli
adakah pembaharuan solusi?
adakah, wahai para pelanjut perjuangan
Ibu muda di pinggir peradaban
Perempuan yang berpayung matahari
di antrian panjang pinggir peradaban
sembari timang luka hasil siang malam bercinta
entah, dengan rupiah siapa!
Ia adalah ibu muda berdaster lusuh
yang susui bayinya dengan air mata
Siang ini harusnya ia baptis sang bayi di Gereja
tapi, tubuh lusuh bekas rela semalaman
kerja rodi di ranjang gelisah ladeni liarnya birahi
harus tersikut harga dan tahan dahaga berlama lama
guna tukar rupiah desah malamnya
dengan sembako murah pemerintah
demi sebakul nasib, tanak di meja perjuangannya
demi seputing mewah, gizi sang buah hati
Bu! semoga beras, susu, telur, jelantah dan sayur lesu
yang kau setubuhi dengan keringat antri
dan air mata duri penyayat hatimu itu
dapat pugar sejenak jerit tangis bayi
pembaptis kembalinya malangmu
rupiahkan birahi malam nanti
sendiri, di pinggir peradaban yang tipis nurani
Thursday, February 12, 2009
Tembakau & Hati yang tuli
Menjelang senja tembakauku pasang gaya
pada diam yang sombong menghisapnya
di hadapan perempuan pengoyak janji
habiskan malam bersama
Bibirnya komat kamitkan sejuta alasan
ini, itu, itu, ini, tak jelas seperti mantra
sesekali percikkan air mata mengguyur senyumku
Di batas kebosanan sewaktu memeras sabar
dari senyumku yang basah
tembakau itu asapkan bara di lembayung hari
“hhhmmm… Penghisapku ini sedang tuli
dan kau perempuan,
air matamu terlalu basi berpuisi sendiri
menyingkirlah kami hendak hilang dari sini”
Di antara debu debu langit malam
dan hisapan terakhir tembakau itu
terpuntunglah sesal di sudut hati
yang masih di deru angin emosi
;tinggalkan wanita itu di tepi senja
bersama air mata alasannya, bersama sepi.
Cinta Monyet
Hei, bangku sebelah kiri
singasana perempuan putih
yang genitnya gemar meracau penuh goda
mengapa kau merapat, penat sendiri?
Hei, mug cokelat bertungkai lucu
kahyangan menari bibir tipis bidadari
meneguk canda, rekahkan gurau sesekali
mengapa kau diam, membisu sendiri?
Hei, meja kerja dari kayu wangi
arena damai cerita kerja melawan cerita cinta
ditonton waktu berbuah rindu setengah dada
mengapa kau sunyi, sepi sekali?
Bangku, mug, meja dan aku
sekumpulan kenangan ada kau terbiasa
yang gundah, bertanya pada puisi
mengapa hanya bayangmu
yang tersenyum dan menari hari ini?
Lelucon
Ada anak setan
ragunya maju terdepan
hendak pilih guyon
di monolog kehidupan
Jadi penggangguran, wahh sedikit suram!
bangun selepas mentari tidur sehabis bulan
mimpi salaman dengan penghuni BH hitam
Jadi pekerja kantoran, hhmm tiada bakat!
datang telat pulang tepat
di tengah-tengah lembur atasan menghujat
Jadi Pelarik, ahaha astaga!
jarang baca sedikit bicara
banyakan diam menghisap lupa
Jadi PoliTIKUS, aakkhh apalagi!
sudah ku tulis jarang sama sedikit tadi
terlebih lihat rombongan puisi
masuk mata kanan keluar mata kiri
;Dasar anak setan!
bebaslah, hendak pilih guyon apa
selama tidak ganggu ketertiban
dan jadi lelucon di hadapan TUHAN
Wednesday, February 11, 2009
Siang bolong di kantor Polisi
Siang bolong di kantor Polisi
keringatnya antri
wajahnya pengap hilang seri
tunggu birokrasi kantor polisi
mudahkan izinnya mengemudi
Siang bolong di kantor polisi
resahnya duduk berdiri
mondar mandir kamar mandi
tunggu surat ijin mengemudi
terbit tanpa sekantor basa basi
Siang hari bolong
tukang ojek separuh baya
yang lapar, buta aksara
berletih hati tunggu hasil birokrasi
perihal ijin mengemudi
selang waktu sepersekian detik
sekujur hidupnya pucat pasi
karena kantongnya yang sunyi
tak sanggup ladeni
kantong kantor polisi
Opus sejatiku
kerikil kerikil distorsi
dari seringai kepahitan
ke hati mati
terbunuh kepalsuan
Yang menyungkurkan
kata kata suci
membangkai di selokan
Yang dibuang Tuhan
dan tuhankan kebebasan
Tuesday, February 10, 2009
Korban Populasi
dan populasi hewan
adalah dongeng kenangan
yang kita wariskan
ke anak cucu masa depan
hadapi bencana kehidupan
Analogy
tumbuh berbunga,
semerbak wangi bahagia
dan lugu tak terjamah
Segerombolan lebah
berlomba lomba
menggoda harumnya
dengan segala puji puja
Seekor lalat sampahan
terpana hatinya terbata
kagumi anggun mawar putih itu
dan ingin terbuai
di kelembutan bunganya
Tersirat di benak lalat
enggan menodai
tapi ingin lindungi sarinya
meski takut akan batang
yang berduri
mungkin ini! mungkin itu!
lalat terjebak alam pikiran
maka ia simpan semua
dalam sakitnya diam
;Mawar putih tau dia di perhatikan
Panggilan dataran tinggi
wahai, hamparan dataran tinggi
penyemangat hati dan nyali kami
yang hilang sabar tuk kembali nikmati
belantara negri di atas awan
Panggilmu mendarah daging sudah
jadi rindu kekal lukis tubuhmu
dengan kaki dan keringat sendiri
wahai, hamparan liar tanah subur berbatu
Sebab seperti sudah ribuan tahun lamanya
kami tak lagi nikmati gigil hujan,
bersenggama dengan ilalang matahari,
menjadi saksi bahwa gelap terang
silih berganti saling menenggelamkan
di angkuhnya setapak pegunungan
pertanda kami harus hilang kendali
teriak tertawa tanpa perduli
berbagi rokok dengan bulan bintang
di tenda malam yang berdiri
pelindung kelelahan hati
penghangat jiwa, pembalut luka
dalam lelap Doa berselimut kabut mimpi
yang mencandu jejakkan terima kasih
bertualang cari ketenangan
berdamai dengan kebebasan
tinggalkan ricuhnya polusi peradaban
Catatan kaki
berteman dingin langkahkan kaki
tujuannya ibu kota
yang kejam, tak bersahabat
serba cepat
guna nafkah duniawi
Gelap sepi malam hari
berteman dingin pulangkan kaki
saat semua lelap di belai mimpi
jalanan seolah mati
hati teringat bersyukur
guna nafkah surgawi
Monday, February 9, 2009
Mengais harapan di Bis jalanan
Tertawa segala debu
di bis dan jalanan
saksikan kita sindir hari
dan waktu tidur penumpang
dengan permainan gitar
yang serak bernyanyi
mengais harapan
lewat karya bang Iwan
penghibur anda sekalian
; Hanya delapan ribu seharian
yang kita bagi rata waktu pulang!
Mahkota yang terluka
aku bertanya padamu atas nama maaf,
Jauh dalam nanar yang berlinang rahasia
kau ciptakan samudera dari sepasang mata
bisakah kau hentikan, Tuhan hentikanlah
aku tidak sanggup seberangi luas laranya
yang telanjang pilu kehilangan mahkota
ulah kecup di kening, bibir, dada, paha rayuan buaya
sepah dibuang dari ranjang karena usang
pendam kecewa dengan luka lebar menganga
"Bedebah itu sudah pergi meninggalkanmu"
Hanya itu yang bisa kurenungkan di harumu
usai kau palu ranjau paku pada harapku
dongeng penjara desahmu di malam gairah
yang harusnya terkunci hingga pelaminan suci
Pergilah merantau waktu lalu jika itu maumu
jangan pernah merasa terusir, terabaikan, terlupakan
kau adalah kehormatan, kau adalah berharga
kembalilah pulang ku beri kau sekuntum harapan
;Lindungi dia yang gamang menatap masa depan
Aku berdoa untukmu atas nama Tuhan.
Rindu
dalam asbak gosong
sisa senandung asa
lamunkan tentangmu
dan dawai sumbang
senar tua gitar bolong
teman dendang rokok
asapkan bayangmu
Salah siapa?
Kemana pergi
kicauan merdu pagi hari
punah, hilang
di usir raung kendaraan
kemana pergi
lambaian syahdu pepohon hijau
tumbang, hilang
di tebang gedung pencakar nasib
Tak ada lagi hawa sejuk
yang rimbun damaikan dada
tak ada lagi sapa mesra
dari para penghuni rimba
Hanya kecewa, polusi,
cerita lara, dan bencana
yang tersedia
untuk anak cucu dan kita
;ini ulah siapa, ini dosa siapa?
Saturday, February 7, 2009
Parade Luka
banggaku pernah bersama
berusaha
jadi perban segala lukamu
ramaikan sepi yang siksamu
Karena tersakiti
aku yang kau cambuk
karena di kasari
aku yang kau tindas
karena terbuang
aku yang kau sia-sia kan
karena ajal
aku yang kau bunuh
Biarlah!
kan ku teguk semua
pahit getir
murninya bisamu
hingga mabuk
muntah dan terkapar
di dasar Jurang ketakutan
demi rentang kembali
sayap patah semangatmu
di mana ceria
pernah singgah
menetap
tertawa
Terbanglah
sebarkan cintamu
Mungkin itu
perban lukaku
Hati biasa
bernuansa pelangi
seketika takut datang
ia terpucat pasi
Waktu itu hatiku berseri
terpesona kata
seketika sesak, lemas
terhimpit ragu
tak percaya
Kemarin dulu hatiku putih
bagai awan di hari cerah
seketika hitam
lebih gelap dari malam kelam
Kemarin hatiku merona tenang
bagai di manja bintang bintang
seketika bergolak hebat
di terjang ombak
lautan bimbang
“Apa kabar hari Ini hati
masih sanggupkah berubah
walau di pecundangi lelah
mari berdansa kembali”
Friday, February 6, 2009
Thursday, February 5, 2009
Sobat
Sobat, masih ingatkah kau
saat saat kita mendaki
terjalnya gunung kehidupan
walau kering semangat,
kita basahkan kembali
dengan tawa dan kata kata
Sobat masih ingatkah kau
saat saat kita saling mencaci
karena aku, jatuh ke jurang mimpi
sampai sampai kau layangkan tinju
berupa makian sinis
“Sadarlah, impian bukan kenyataan”
dengan sedikit benci yang dengki di hati
tapi, tetap saja kita tidak kaku
bahkan lebih saling bahu membahu
Sobat, sekarang kau di mana dan aku disini
kelak atau renta kita mungkin jumpa
mungkin pula tidak
bila ya, aku kan ajakmu mabuk nostalgila
dengan bangga di dada
karena bukan kebetulan kita pernah bersama
dan bukan karena alkohol atau ganja kita tertawa
Bila tidak,
kuangkat gelas penuh doa
tinggi tinggi ke angkasa
untukmu yang melinting masa depan
dimanapun rimbanya
Mengenangnya
aku pelukan dengan sepi
rasakan embun waktu
basahi rinduku padanya
(Mawar putihku)
yang hanyut oleh mimpi
ke sungai tak berhati
tempatku biasa berkata
"Semoga Tuhan memberkatimu
di manapun kau sedang berlari
membawa air mata
dalam kantung rela
pada segala misteri rasa
Wanita yang bertarung air mata
perlahan menjulang
menjadi tebing batu
di jalan hidupnya
"Karena semua akan baik baik saja"
Wednesday, February 4, 2009
Akulah Suram (Black Metal)
Maniac jahat melanda
tanah percaya yang ber-Tuhan
tujuan, hapus terang manusia
binasakan lemah, total hampa
Akulah perang, akulah sakit
akulah ganjil pembantai suci
akulah darah air mata
akulah duka, akulah dusta
Persetan semua toleransi norma
lepaskan laskar pemakan bangkai
yang ludahi kehadiran Mulia
dan sapu bersih
sisa carnaval jasad munafik
Akulah haram, akulah salah
akulah kafir bersanding fatal
akulah cemburu, akulah siksa
akulah yang terlarang Surga
Dosa pahala
parodi busuk dunia fana
dosa pahala
tipu daya kaum Agama
Akulah badai kosmik anti berkah
akulah takut di malam suram
akulah tanduk kokoh benci abadi
akulah hitam panasnya api neraka
Petualang
pada masa jelajah lalu
yang bebas lepas
tanpa beban
melangkah laksana terbang
dari desa ke gunung
dari sungai ke hutan
berteduh bulan bintang
tertawakan hari depan
Arlen II (Emosiku)
yang pasrah (dan) berserah ini
tepis segala sesal, tepis segala rindu
terhadap kelucuanmu
tapi, andai ku bisa
kan kuhujat belati “FUCK”
pada karat tak berjiwa,
yang guratkan kenyataan
bahwa kau telah tiada.
Arlen (si bungsu yang berlalu)
masih mengalir air mata keluarga
terngiang lugunya bercak darahmu
mengering di lintasan kereta
tempat mu lepaskankan nyawa
tergilas berton ton karat baja
Secepat kilatkah maut menjemputmu?
Aku tahu yang kau cari di sana
adalah mainan bocah bocah
yang tak punya mainan sepulang sekolah
Kau nikmatikah mainan itu
sebelum nyawamu berlalu?
Bungsu…
sekarang, takkan ada lagi
yang ganggu candamu
bermain, tertawa di kerajaan surga
Maafkan kami yang acuhkanmu
maafkan kami yang tak mampu
hadirkan mainan kehadapanmu
maafkan kami yang merindumu
di tiap tetes air mata doa
yang basahi pusara cenderung layumu
Sampai jumpa raung kenangan!
Bis kota jurusan Bekasi - Jakarta
dan jurusan ke mana saja
yang tiap hari jejalkan
hitam jalanan dengan raungan
Telah begitu lama kita bersama
entah kapan pertama jumpa
sampai sampai aku tak rela
tinggalkan kenangan tentang kita
begitu saja tanpa hiasan kata kata
Bis tua yang meraung di jalanan
tetaplah berlari kejar setoran
walau melibas marka debu
seperti odong-odong di perkampungan
dan sombonglah menyalip waktu
bantu tumpukan keringat
yang berdiri dan duduk
serta serba terburu buru
Layaknya aku dahulu
Hei kau, yang murah, meriah, muntah,
berkuda besi aku sekarang Pahlawan
sampai jumpa di lain kesempatan
Monday, February 2, 2009
Perempuan muda dengan rahasia luka
setiap malam ia terjaga berteman kecewa,
sedih, cemas, bingung dan tak percaya
berbaur jadi satu dalam batin yang begitu pedih terluka
Terluka karena mimpi hati merajut bahagianya
di buang janji janji manis seperti sampah yang nista
setelah puas nikmati keluguan tubuhnya
di atas buaian yang mampu membuat bulan tersipu
Setiap hari kusimak rahasia batinnya
yang menyayat hati, ya menyayat hati
dimana ia seorang diri tertatih tatih,
goyah, coba berjalan di atas sesaknya kenyataan
bertopeng tawa dan cerita ceria sehari hari
Hei, perempuan muda yang mengusap dada
dengan air mata mimpi dan harapan
yang hancur di setubuhi janji janji sepi
tegarlah, tertawa dan bernyanyilah
rahasiamu aman terkunci di rahasiaku
yang selamanya bidadarikan kau di hati.
Friday, January 30, 2009
Apa yang jantan dari Perang?
kepal keyakinan sebagai senjata di tangan
Melawan tiran yang melecehkan kebebasan
melawan penindas yang aniaya keadilan
Tapi, niat itu ku padamkan
sebab hanya horor berdarah
yang perang sejarahkan
seperti bau anyir perempuan,
calon calon masa depan,
ternak dan tanaman
berantakan di puing jalan
demikian pula rumah sakit,
bangunan yatim piatu
dan rumah rumah ibadah
porak poranda di bombardir
alasan alasan tak masuk akal
;keyakinanku kini, adalah puisiku
Friday, January 23, 2009
Puisi benci
atas komandomu
aku berangkat bela bangsa
tapi, ada satu yang kupinta
jika nanti aku mati di medan laga
tolong, kubur jasadku
dengan posisi wajah cium tanah
dan larikkan kata di nisanku
"Sebaiknya kalian jilat ini pantat
dengan hatimu yang penuh muslihat"
sebagai tanda hujat
pada perangmu yang keparat.
Balas jasa kelas teri
Emak, Bapak,
zaman semakin gila
nilai beli makin tinggi
aspirasi berubah anarki
tetap kalian tak bersuara
Emak, Bapak
zaman semakin tega
Segenap hati ku bekerja,
di perbudak dunia fana
tetap tak ada harga
Emak, Bapak tercinta
selimuti aku dengan tulus Doa
meski harus bersimbah Darah
aku pasti balas jasa
ini, baru hanya daster
baru hanya celana
kristal malu keringatku
tolong kenakan yah!
Aneze
Aku bukan pujangga, bukan pula pujanggi
aku bukan penyair, penyiar tentu tidak
aku bukan seniman, apalagi sastrawan
aku tidak gila, meski “kebanyakan” tertawa
Aku hanya manusia biasa
pemuntah isi kepala,
Pengembara berteman khayal
yang bebas bersulang kata
walau seringkali lupa maksudnya
Semua jadi inspirasi
sepi di ramai kota,
ramai di sepi desa,
basa-basi liar sepaham tinggi
itu saja! cukup rasanya
sudah terlalu merah mata,
terlalu berat kepala
gontai, lapar, dahaga pula
mmm maksud tulisan ini apa ya?
ahh sial, aku lupa!!
Upacara si bendera
Sudah lama dia kibar di sana
pekiknya bersemangat luar biasa
“Negri kita adalah negri Merdeka
sejak dahulu tahun 45, bahkan sebelumnya”
Setiap hari meski sepi yang perduli
hanya kumpulan wajah wajah lugu
kostum putih merah bertopi
tiap senin pagi angkat tangan berdiri
menghalau sinar mentari
Tetap ia kibarkan semangatnya
kadang menyala nyala percikkan bara
tapi sebatas hisapan jempol belaka
anggapan lalu lalang penghuni negara
yang terlalu fokus jadi pahlawan kantong pribadi
“Setidaknya baraku tetap nyala
di sanubari paling muda
aku tak butuh orang sok tua, apalagi renta
jalan pikirannya terutama
lebih baik kalian mati saja”
;Katanya!! seraya kibarkan pekiknya di udara
Comerade
Pemilik sudut pandang
hidup dengan syair sebagai ladang
ialah tak beruang
lebih nikmat banting tulang
di ladang maju atau berkembang
petik puisi di waktu luang
Awal bulan ada pemasukan
bukan sekedar bulan bulanan
Propaganda
Genjer genjer yang berkumandang
di sosialisasikan pertanda perang
melawan kekuasaan, melawan yang di Esa kan
hingga kini adalah karya terlarang
dalam lubang sejarah
kudeta berdarah
palu arit bersilang
tanpa sidang
di vonis dalang
dan pembangkang
turun temurun harga diri terasingkan
Emak
Adalah matahari
yang sebelum hari terang
sudah benderang
menyinari kediaman itu
dengan berdendang
Mengajak segala jejak perjalanan
yang melekat dan carut marut
di tiap ruang sepatu mu
untuk turun perlahan
berdansa bersama kopi hitam
dalam dendang suara hatinya
yang berirama riang
sebab mendapatkan oleh oleh
rupa mu yang lama tak jumpa
sedang asyik baca liur
tatkala masih lelap di tempat tidur.
Nyolong ide dari “Pulang ke Rumah” nye Ruang Kosong
Pegawai kelas sendal jepit
Ku hitung harga keringatku
yang menumpuk di kemeja kusut
kala langit mulai jingga
usai seharian bertarung dengan data
aakkhh! payahh!
hanya seharga nasi putih,
sayur bayam dan ikan kurus kering
yang rasanya serupa rasa keringat itu
Pengangguran
Sepenggal ngeri dari ibu pertiwi
yang harga dirinya
di gusur nurani menghamba
para pemimpin yang sibuk
ongkang ongkang hati di senayan
Acuhkan yang selesai makan bangku pendidikan
padahal semakin menggunung di jalanan
berwajah mendung tanpa penghasilan,
tanpa kuasa balas keringat dan air mata
yang kering kerontang biayai mereka
Tak jauh beda yang berhenti di tengah jalan
makan bangku sekolahan
;Hanya sibuk mencari kesibukan
Hasil beli mimpi
Subur tubuhmu,
tak sesubur nasibmu
yang legam, beku
dalam kotak persegi
usai membeli mimpi
di ujung tikaman
serbuk-serbuk belati
berulang kali, bahkan lebih
Bawa kau berkelana
bias, tanpa raga
mencari sisa hati
di jalan yang kau pilih
sendiri, panjang dan sunyi
;Selamat jalan kawan
Ciuman pertama
Seperti menghisap madunya cerutu
Berawal jantung gemetar
karena wajah celana mekar
lalu rancu menghilang
rindu berulang kali datang
Setia yang rancu
Setia padanya di hatimu
ku curi lewat puisi
tentang halus kulitmu
sentuhku pagi pagi
hangatnya, sapa seluruh raga
dengan suara mungil
lucu, manja, wangi pula
serupa aroma mawar
yang kutanam
di taman hatimu
dan mekar tiada sengaja
Setia padanya di hatimu
yang kucuri lewat puisi
membuat pipimu
sewarna mawar itu
dan senyum yang manisnya
tinggal di lidahku, tersipu
Hari sudah malam
setiamu di jemput hatinya
usai kau ajukan permintaan
agar esok ku curi lagi setia itu
Pembunuh tersembunyi
Senapan runduk (Rifle)
di topang nyali berhari hari
kamuflase berinfiltrasi
kasat mata menipu sunyi
Di atasnya
teleskop tiarap
menghitung akurasi
menembus teliti
Berjarak 2.430 meter
lesakan satu peluru
empat detik berlalu
nobatkan perwira tinggi
pangkat Anumerta
Tuan Pasuruan yang kaya Zakat!
Tuan Pasuruan yang kaya zakat!
kami adalah nasib bodoh
yang rela antri terinjak matahari
di lapangan pahala anda
Tuan Pasuruan yang kaya zakat!
Bagi kami jelata tiga puluh ribu di bulan puasa
sama saja tiga puluh kali sahur dan buka
Tuan pasuruan yang kaya zakat!
terima kasih atas perhatiannya
dalam bentuk tiga puluh ribu
yang tak pernah sempat kami terima
Semoga kelak upahmu besar di Surga
kampung baru kami Lebaran ini
Mati adalah kehormatan
menggilas Persia laskar tirani
hingga titik darah penghabisan
di benteng Thermopylae Yunani
Deathly Metal
Malam kelam punah bulan
anjing anjing lolongkan syair
tentang sisi suram dari benci
provokatif, anti pencipta
dari hati busuk yang terluka
dan jiwa yang pendam neraka,
tanpa sadar membentak hampa,
menggoyang kasar
adrenalin yang bersimbah darah
di patahkan liarnya gutural
yang rendah, keras, ganas,
Telinga manusia bernanah
terpanah nada distorsi
enam kaki bawah tanah
dengan existensi
selamanya sekarat
tak kunjung wafat
Kepada Bung!
Bung! di Negeri kita ini
Demokrasi tak lagi berkaki
Habis di gerogoti (rekayasa pencitraan)
para pengerat bertaring slogan
yang sibuk mengais dukungan
di comberan iklan
Bung! mereka mereka itu
kaki tangan wajah wajah lama
yang mati nurani,
dan berani sekali
selewengkan jerih sawah kita
ke sarang uang pribadi
lalu, diam diam jejalkan komisi
ke mulut pemegang bukti
tedeng aling aling kebal jeruji
Hey bung!
kita dan mereka sebangsa
sesama manusia pula
Bilamana mereka tetap membinatang
kita harus siap jadi pawang
Devils
yang pernah di tampilkan
para penguasa neraka
adalah, meyakinkan dunia
mereka tidak pernah ada
Selamat Natal
Tadi malam tubuh Gereja itu berkhotbah padaku
Natal itu bukan sepatu, celana dan baju baru,
Natal itu bukan pohon terang dengan hiasan cemerlang,
Natal itu bukan Santa Clause yang beri hadiah sambil tertawa malas,
Natal itu bukan pesta kue kue dan minuman beraneka rasa,
Natal itu adalah harinya jiwa kita rayakan kemenangan
karena maut sudah dengan telak terkalahkan.
Khotbah si Gereja di berkati serius oleh dentang loncengnya
khotbahmu kurang kuat! bunyinya, kemudian bersabda
Bahwa kegelapan sudah sangat kelam tutupi bumi,
yang mampu teranginya adalah,
seorang cahaya mungil yang terbit dari rahim dara.
Bahwa bau amis dosa begitu menyengat di relung hidung kita
dan yang mampu lenyapkannya adalah,
aroma mukjizat dan pengharapan dari dalam palungan
berselimut lampin di kandang binatang hina.
Aku ternganga mendengar mereka, kemudian angkat bicara
;ya, kalian tak ada yang salah atau lemah,
sedikit tambahan saja dari saya
yang tersesat terlampau lama
bahwa Natal adalah Cinta kasih abadi
yang menjelma anak manusia.
Thursday, January 22, 2009
Cerita Luka
tiap malam adalah air mata
mimpinya telah mati
dibunuh bujuk rayu
yang mampu membuat bulan tersipu
Harapan, berdarah ditiduri janji
masa depan hilang di atas ranjang
kemudian di tinggal pergi
seolah sepah yang tak lagi berarti
Setiap hari kulihat matanya
pancarkan usaha berdiri
di atas sesaknya kenyataan
yang menyayat hati
Hampir setiap hari
hanya matanya di mataku
hingga tanpa sadar
telah bidadarikan dia di hati
Tuesday, January 20, 2009
Berpapasan
waktu kita papasan mata
tapi, sedikit senyum itu
membuat hati ini
cengengesan sendiri
Monday, January 19, 2009
Lelah
banyak pikiran
hidupku resah
banyak sindiran
Hidupku payah
merokok terus
hidupku goyah
mabuk terus
Hidupku sepi
lupa romansa
hidupku sunyi
lupa berdoa
Terkadang, mati
adalah terima kasih
Pantai kecil
Aku, pantai kecil
tempatmu sandarkan hati,
bersihkan luka,
istirahatkan air mata
setelah lelah
terjang badai asmara
yang sematkan duka
Lalu kau kembali
layarkan hati
arungi lautan cinta
tinggalkan pilu
kenang singgahmu
yang pasang harap
kau sandar lagi
di pantai kecil ini
;meski (se)sekali
Tetap tersesat di jalur Metal
Aku yang berhasrat
dosa, jalan hidup berubah
biadab adalah aliran darah
isi kepala ayat ayat keparat
bersimpangan dengan semua
yang hendak bentuk dunia
tanpa selingan dan bersahabat
Sana, lakukan saja!
tanpa aku, pewabah mengecewakan
yang selamanya sesat
martir di paham kebebasan
Kita adalah Indonesia
bahu membahu wujudkan mimpi
“kita adalah tuan di tanah sendiri”
mari, pantang asa berhenti
meski sampai detik ini
tidak satupun petinggi
tanam kesan berarti di hati
Friday, January 16, 2009
Ibu dan doanya
dari mulai beres beres luka yang berserakan dalam rumah,
seduh kopi bapak dengan lagu rohani dan matahari,
jemput sarapan dari penjual lontong pagi di pinggir kali,
kemudian pijat dua sampai tiga keranjang isi pakaian
agar kelak nyaman bertengger dibadan.
Sebelum siang berdiri (di atas kepala)
celoteh bapak dan keringat pengap rokoknya
kau racik jadi cinta untuk lahapan sekeluarga
yang liar menyantapnya seperti kumpulan serigala
tak dapat mangsa tiga bulan lamanya
Menjelang senja, piring-piring kotor bekas lahapan itu
kau sucikan dengan seember air mata
pengkambuh encok, batuk, pusing, meriang
yang kau sembunyikan di balik hangatnya senyuman
Emak, hari sudah gelap, dingin dan tiada berbulan
saatnya Amin kau ucapkan dan selimuti kambuhan itu
dengan doa kami yang tak kan mampu tandingi doamu.
Sepucuk Puisi untuk orang tua
Selamat subuh emak! bersama puisi banal ini kuselipkan sejumlah resah. yang semalam membuat lukaku terendam air garam, sebab kau diam seribu kata tapi hatimu alirkan dua sungai kecil lewat matanya, sewaktu bapak berderita tentang ekonomi yang semakin menghimpit nasib kita. sejumlah resah itu ialah keringat ku, tukarkan mereka dengan empat sehat ya mak! dan yang ke sempurna ganti petai saja, kesukaan aku dan bapak. oh ya, mereka juga sanggup hapus debu yang datang lewat tagihan listrik, air, telepon dan iuran rukun tetangga meski hanya bulan ini saja.
Selamat subuh bapak! bersama puisi banal ini kuselipkan sejumlah resah. yang semalam perlahan menggores lukaku, saat kau berkehendak menyerah pada kerasnya ayunan gada keadaan yang remukkan semangat berusaha di dadamu. sejumlah resah itu ialah keringatku, kiranya dapat menambal atap nasib kita yang bolong bolong di tusuk cuaca, dan mengganti organ organ tua di tubuh angkotmu, agar ia kembali berseri mengais rejeki di trayeknya yang sepi. oh ya! mereka juga mampu menjadi asap setia temani semangatmu meski bukan bungkusan seperti biasa ada.
Nah, emak, bapak! semoga puisiku yang maknanya seperti nasib di rumah kita dan selipan sejumlah keringat resahku bisa berguna. kita tak mungkin minta bantuan abang yang sedang berjuang untuk keluarga kecilnya berkembang. terlebih kita harus ceburkan diri ke dalam kubangan hutang, Pantang.
Bapak! Doa bekas dalam gelas malammu ku habiskan ya, agar aku tetap terjaga berkendara ke mahajakarta dan jauh dari celaka, terima kasih!
Sebaiknya aku pergi, matahari sudah hampir berdiri, dia akan bertugas lagi serupa aku yang harus kembali di caci maki dan akhir bulan menjelma sejumlah resah yang kalian anggap rezeki.
salam Anes.
Tak kunjung puas
buah dari berjuta kenang
tiada puas tiada senang
seperti baca sajak lain pengarang
Mudah terkata, sulit terlaksana
juga sayu hati tiada gairah
rintangan seperti badai pasti manghantam
pantang lemah haram diri menyerah
Thursday, January 15, 2009
Dialog malam
“Yang kutatap bening matanya, bukan kerling dadanya” jawabku pada kuda besi yang bingung bertanya “tuan, mengapa setelah berbincang dengan bibirnya ada yang mengeras di atas pelanaku, apa saat perbincangan dalam waktu yang terus berlompatan hasrat anda menatap dadanya?”
“Yang kupeluk panas air matanya, bukan panas auratnya” jawabku pada kuda besi yang heran bertanya “tuan, mengapa setelah mengekalkan kenangan ada yang mengeras di atas pelanaku, apa kala berpelukan nafsu anda terbakar oleh auratnya?”
“Sudahlah, tugasmu hanya mengantarku kemana ku suka, bukan bertanya seputar getar jiwa manusia, seharusnya kau sadar diri kau kan besi” ujarku padanya yang melaju di heningnya aspal malam. “ah tuan, saya kan hanya sekedar ingin tahu, mengapa manusia gemar meneguk bergelas gelas birahi?” tanggapnya.
“Mengapa tiba tiba birahi, pikiranmu yang sedari tadi melemparkan perihal seperti itu! untung saja aku tak bermaksud menikmati gravitasi sembari melerai luka lukanya, bisa bisa kau bertanya tuan, kita tidak pulang?” tangkisku.